A. Beberapa Versi Pendapat dan Analisis
Awal Kerajaan Tanah Bumbu
Mengenai asal-usul berdirinya
Kerajaan Tanah Bumbu dan suku bangsa penyerang yang menghancurkan tatanan
kerajaan orang Dayak di Pamukan di wilayah sekitarnya, beberapa pendapat
menyatakan mereka adalah bajak laut, ada juga yang membuat argumentasi
penyebaran Islam dari Kerajaan Pasir dan umumnya menyatakan sebagai serangan
para perompak yang tidak terorganisir. Versi yang pertama mengenai asal-usul
kerajaan Tanah Bumbu dipaparkan oleh Attabranie Kasuma (1981) 10 diantaranya menyebutkan :
“Pada
pemerintahan Kesultanan Banjar, penduduk asli yang terdiri dari orang-orang
Dayak dari Kalimantan Tenggara telah berangkat ke Banjarmasin menghadap Sultan
Banjar, Sultan Tamdjidillah gelar Panembahan Badarul Alam untuk meminta agar
Sultan menunjuk putera (laki-laki atau
wanita) untuk dijadikan raja di daerah mereka.
Maka untuk itu Sultan Banjar menunjuk puterinya menjadi raja di Tanah
Bumbu. Kemudian dikenallah di Kerajaan Tanah Bumbu Ratu Intan I yang menjadi
raja, sebelumnya daerah ini belum pernah diperintah oleh siapapun. Ratu Intan
bersama dengan rombongan yang diserahi oleh beberapa pengawal kerajaan
berangkat menuju daerah yang dimaksud, dibawa masuk sungai keluar
sungai. Akhirnya Ratu Intan memilih sebuah anak sungai yang terletak di dalam
sungai Cengal, yang bernama “Sungai Bumbu”. Ditempat inilah oleh pemuka-pemuka
rakyat setempat didirikan sebuah Keraton yang disebut “Dalam”, maka Sungai Bumbu menjadi pusat perhatian orang-orang
daerah itu, daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah kekuasaan beliau dinamai
“Tanah Bumbu”. Mulailah berkembang sebuah Kerajaan Tanah Bumbu. 11
Tentang asal-usul kerajaan Tanah Bumbu menurut Versi kedua
dari Abdurrahman Hakim dkk. (2009) dalam “Sejarah Kotabaru” menyebutkan :
“Alkisah, sebelum agama Islam,
daerah Kotabaru didiami penduduk dari suku Dusun atau Dayak yang menganut
kepercayaan animisme. Mereka berasal dari Tamiyang Layang. Baik di Kotabaru,
Cengal, Cantung, Sampanahan dan lainnya masih hidup berkelompok. Kehidupan
kelompok tersebut tidak aman karena sering dikacau perompakan dan pembunuhan
kaum lanun (bajak laut). Dalam kondisi demikian kepala-kepala suku mengadakan
perundingan untuk mencari pemimpin agar dapat memberantas lanun. Perundingan
membuahkan kesepakatan untuk minta perlindungan kepada kerajaan Banjar. Sebagai
realisasi perundingan diutuslah wakil ke kerajaan Banjar semasa pemerintahan
Sultan Tamjidilah. Sultan Tamjidilah menyambut baik maksud wakil-wakil kepala
suku tersebut dan menunjuk puterinya, Ratu Intan sebagai raja. Ratu Intan
bersama rombongan menuju daerah Kotabaru bersama rombongan untuk menjadi kepala
pemerintahan. Oleh Ratu Intan dipilih daerah sungai Bumbu di muara sungai
Cengal, kerajaan itu kemudian bernama Tanah Bumbu”.12
Dari kutipan diatas ada
beberapa pertanyaan yang muncul, pertama tentang
orang Dayak mereka berasal dari Tamiyang Layang dari rumpun etnik Dayak manakah
? karena demikian banyaknya sebaran Orang Dayak di Pulau Kalimantan. Kedua, dari mana istilah kaum Lanun
tersebut diambil, sehingga mereka dikenal sebagai kaum
bajak laut ? Ketiga, Apakah sudah
benar atau agak tepat akan peristiwa
permohonan minta bantuan dari orang Dayak
yang berasal dari Pamukan tersebut kepada Sultan yang
berkuasa saat itu adalah Sultan Tamdjidillah ? Kelima, Benarkah
Sultan Tamjidillah memiliki anak bernama Ratu Intan sebagai Raja Tanah Bumbu?
Tentunya banyak lagi pertanyaan-pertanyaan
yang muncul dari paparan versi diatas,
tetapi apabila kutipan
tersebut hanyalah sebuah
tradisi lisan (oral tradition) yang
diangkat dari cerita rakyat di Kotabaru sekitarnya tentunya lebih bisa
dipahami, namun apabila untuk mengarah kepada fakta historis harus didukung
dengan berbagai sumber-sumber tertulis yang relevan yang bisa
dipertanggungjawabkan hasil seleksi melalui kritik documenter dalam
historiografi.
Untuk menjawab pertanyaan
pertama tentang orang Dayak mereka
berasal dari Tamiyang Layang yang menempati wilayah Pamukan, pertanyaannya dari
rumpun etnik Dayak mana ? karena demikian banyaknya sebaran tempat tinggal
orang Dayak yang menempati wilayah terpisah di Pulau Kalimantan. Kapan keberadaan nama “Dayak” sebagai penduduk di pulau Kalimantan dan siapa yang memberi nama demikian ? Dalam disertasi mendiang
Noerid Haloe Radam mengenai “Religi Orang
Bukit” (1987) dikutipkan pengelompokkan suku dan orang-orang yang mendiami
pulau Kalimantan pada disertasi H.J. Malinnkrodt yang berjudul “Het Adatrecht van Borneo” (1928).
H.J. Malinnkrodt (1928) membagi rumpun suku penduduk asli Kalimantan
kedalam enam kelompok besar yakni (1) rumpun suku Kenya-Kayan – Bahau yang
mendiami daerah aliran Sungai Mahakam; (2) Ot-Danum dan (3) Iban, yang mendiami
kawasan Pegunungan Kapuas, (4) Murud di Sabah, (5) Klemantan dan (6) Punan. Kelompok
rumpun suku tersebut diatas oleh August
Hardeland sebagai penduduk asli yang dinamakan Dayak (Worterbuch,1859).13
No comments:
Post a Comment