Showing posts with label Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Indonesia. Show all posts

Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu Part 4

Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu Part 4


                    Namun tidak cukup rasional jika orang Lanun merompak kearah daratan di Pamukan, orang Lanun lebih senang merompak di lautan, tetapi tidak mustahil itu bisa saja terjadi. Untuk memberikan gambaran lain tentang Kaum Lanun bisa juga tersamarkan dengan Orang Bajau yang juga sudah ada di pesisir Kalimantan Tenggara yang sebagai besar mereka adalah perompak juga, seperti digambarkan M. Idwar Saleh (1958) dari arsip Nasional (TBG,p.224) menyebutkan, bahwa “Penduduk asli kerajaan Banjar ini yang tinggal dipantai ialah suku Bajau (Badjau). Diabad ke-17 hidup mereka dari pembajakan di laut dan baru di abad ke-19 setelah Belanda dapat mengatasi pembajakan laut mereka menjadi nelayan”.17
                    Dari kutipan diatas bisa saja terjadi, bahwa yang disebut Lanun (perompak, pembajak di laut) yang terbiasa dipakai dalam aktivitas dunia pelayaran samudera saat itu, apabila ada perompakan maka selalu disebut dilakukan oleh orang atau kaum Lanun, namun   sekalipun   orang   Bajau   dan bahkan  kemungkinan  orang Banjar yang melakukan perompakan juga disebut Lanun, padahal kedua asal-usul etnis berbeda, walaupun sama-sama dari Filipina bagian Selatan., tetapi umumnya kelompok perompak disebut kaum Lanun sekalipun merompak dilaut lainnya.
                   Suku Bajau adalah suku bangsa yang tanah asalnya kepulauan Sulu, Filipina Selatan. Suku ini merupakan suku nomaden  yang hidup di atas laut, sehingga disebut gipsi laut. Suku Bajau menggunakan bahasa Sama-Bajau. Suku Bajau sejak ratusan tahun yang lalu sudah menyebar ke negeri Sabah dan berbagai wilayah Indonesia. Suku Bajau juga merupakan anak negeri di Sabah. Suku-suku ada di Kalimantan diperkirakan bermigrasi dari arah utara (Filipina) sejak pada zaman prasejarah.
                    Suku Bajau yang Muslim ini merupakan gelombang terakhir migrasi dari arah utara Kalimantan yang memasuki pesisir Kalimantan Timur hingga Kalimantan Selatan dan menduduki pulau-pulau sekitarnya, lebih dahulu daripada kedatangan  suku - suku  Muslim dari rumpun Bugis yaitu suku   Bugis, suku Makassar, suku Mandar. Wilayah yang terdapat suku Bajau di Nusantara sesuai persebarannya terdapat di wilayah  antara lain : (1) Kalimantan Timur (Berau, Bontang, dan lain-lain) (2) Kalimantan Selatan (Kota Baru) disebut orang Bajau Rampa Kapis, (3) Sulawesi Selatan (Selayar), (4) Sulawesi Tenggara, (5) Nusa Tenggara Barat (6) Nusa Tenggara Timur (pulau Komodo), (7) Sapeken, Sumenep dan tempat lainnya.

Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu Part 3

Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu Part 3


              Salah seorang pimpinan cikal bakal orang  Banjar dikemudian hari,  yakni di zaman Hinduisme dengan kerajaan Negara Dipa disekitar Amuntai (sekarang Kabupaten Hulu Sungai Utara) yang terkenal adalah tokoh Lambung Mangkurat menurut orang Dayak adalah tokoh Lambung Mangkurat adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum). Namun harus diteliti kebenarannya. Kalau melihat asal - usul sebaran etnik Dayak diduga sementara orang Dayak yang tinggal di Kotabaru, Cengal, Cantung, Sampanahan dan lainnya yang kemudian disebut Dayak Samihim adalah berasal dari Tamiyang Layang tentunya diduga dari sub rumpun orang Dayak Maanyan.
             Untuk menjawab pertanyaan Kedua, dari mana istilah kaum Lanun tersebut diambil, sehingga mereka dikenal sebagai kaum bajak laut ? Istilah “kaum Lanun” dari beberapa sumber adalah kelompok etnis tempat tinggal mereka adalah di antara pulau-pulau yang tersebar di Filipina bagian Selatan, atau berdekatan dengan pulau Minadano. Versi lain menyebut kelompok Lanun atau dikenal dengan Bajak laut tersebut  terdapat dalam beberapa uraian tentang perompak laut di daerah Laut Sulu di kawasan Filipina Selatan yang berdekatan dengan Kawasan Brunei atau Kalimantan Bagian Utara yang masuk Malaysia (Sabah).
             Umumnya kelompok Lanun tersebut bekerja sebagai perompak atau lebih dikenal dengan “ Bajak Laut “ yang membajak kapal-kapal dagang, menyita barang-barang rampasan apa saja yang ada di dalam muatan kapal dan bahkan membunuh orang-orang yang tidak mematuhi keinginan mereka ketika sat perompakan dilakukan. Kadangkala para perompak juga menculik awak kapal dan penumpangnya.  Dalam cara kerjanya kelompok bajak laut ini atau kaum Lanun tersebut umumnya memiliki kapal layar besar yang bertenaga angin atau tergantung arah angin dan didalam kapal biasanya disediakan perahu-perahu kecil ada yang pakai layar dan tidak.Istilah Lanun terdapat dalam buku yang ditulis Guru Besar Emiritus Sejarah Asia Tenggara D.G.E Hall (1988) dari Universitas London. Memang umumnya sebutan Lanun ditujukan kepada kelompok bersenjata tradisional dan perahu yang  kehidupan dan  perekonomian  mereka  membajak   kapal-kapal dagang di samudera ataupun muara sungai yang mengarah ke laut, namun tidak menutup kemungkinan bisa melakukan perampokan di daratan, apabila jalur dagang sepi.16


                   Kemudian kaum Lanun seperti dijelaskan Hall (1988) diatas apakah mungkin melakukan perompakan di daerah Pamukan ? Mungkin saja terjadi karena antara laut Sulu di Filipina selatan (Mindanao) harus turun ke Kalimantan Timur, ke Kutai, Paser dan terus ke tenggara Kalimantan.

Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu Part 2

Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu Part 2

Kemungkinan  nama Dayak ini pertamakali diberikan oleh August Hardeland. Dayak atau Daya (ejaan lama : Dajak atau Dyak) adalah kumpulan berbagai sub - etnis  Austronesia   yang  dianggap   sebagai   penduduk  asli  yang  mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan). Budaya masyarakat Dayak adalah budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.
Suku bangsa Dayak terdiri atas enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan. Masyarakat Dayak Barito beragama Islam yang dikenali sebagai suku Bakumpai di sungai Barito tempo dulu. Secara Etimologi, Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu.  Ini  terutama  berlaku  di Malaysia,   karena  di Indonesia ada suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap termasuk kategori Dayak walaupun beberapa diantaranya disebut dengan Suku Banjar dan Suku Kutai. Terdapat beragam penjelasan tentang etimologi istilah ini.
Ada juga yang mengemukakan, bahwa  kata Dayak berasal dari kata daya dari bahasa Kenyah, yang berarti hulu (sungai) atau pedalaman.  Ada yang menduga-duga bahwa Dayak mungkin juga berasal dari kata aja, sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli atau pribumi. Sebagian pendapat lain juga ada yang yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari bahasa Jawa Tengah  yang berarti  perilaku yang tak sesuai atau yang tak pada tempatnya.  Istilah untuk suku penduduk asli dekat Sambas dan Pontianak adalah Daya, di Banjarmasin disebut Biaju (bi= dari; aju= hulu). Kalau dilihat hampir tidak ada orang Ngaju atau Biaju yang tinggal dekat dengan Banjarmasin, kecuali sub etnik bagian Ngaju terkecil,  misalnya  orang Berangas di sekitar pulau Alalak atau orang Bakumpai di alur sungai Barito di Muara Bahan (Marabahan - Barito Kuala) saja.

Boleh saja ada asumsi yang mengemukakan bahwa di Banjarmasin, istilah Dayak mulai digunakan dalam perjanjian Sultan Banjar dengan Hindia Belanda tahun 1826, untuk menggantikan istilah Biaju Besar (daerah sungai Kahayan) dan Biaju Kecil (daerah sungai Kapuas Murung) yang masing-masing diganti menjadi Dayak Besar dan Dayak Kecil. 14 Sejak itu istilah Dayak juga ditujukan untuk rumpun Ngaju-Ot Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah “Dayak” dipakai meluas yang secara kolektif merujuk kepada suku-suku penduduk asli setempat yang berbeda-beda bahasanya, khususnya non-Muslim atau non-Melayu. Pada akhir abad ke-19 istilah Dayak dipakai dalam konteks kependudukan penguasa kolonial yang mengambil alih kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-daerah pedalaman Kalimantan.
                    Didaerah Kalimantan Selatan Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan (Wadian ) orang Dayak maanyan di daerah Warukin Kabupaten Tabalong itu sering disebut Nansarunai Usak Jawa, yakni kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Kerajaan Marajampahit (kemungkinan Kerajaan Majapahit), yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389. Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak Maanyan  terdesak  dan  terpencar,   sebagian  masuk  daerah 
   pedalaman ke wilayah suku Dayak Lawangan. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1520-an) berakibat Orang Maanyan menyebar keberbagai penjuru Kalimantan Selatan dan Tengah. 15
               Sebagian besar suku Dayak di wilayah Selatan dan Timur Kalimantan yang memeluk agama Islam tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang Banjar dan Suku Kutai. Sedangkan orang  Dayak  yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah Tabalong, Amuntai, Margasari, Batang Amandit, Labuan Amas dan Balangan. Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba sebagai masyarakat pedalaman.

Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu Part 1


A.     Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu

Mengenai asal-usul berdirinya Kerajaan Tanah Bumbu dan suku bangsa penyerang yang menghancurkan tatanan kerajaan orang Dayak di Pamukan di wilayah sekitarnya, beberapa pendapat menyatakan mereka adalah bajak laut, ada juga yang membuat argumentasi penyebaran Islam dari Kerajaan Pasir dan umumnya menyatakan sebagai serangan para perompak yang tidak terorganisir. Versi yang pertama mengenai asal-usul kerajaan Tanah Bumbu dipaparkan oleh Attabranie Kasuma (1981) 10  diantaranya menyebutkan :

 “Pada pemerintahan Kesultanan Banjar, penduduk asli yang terdiri dari orang-orang Dayak dari Kalimantan Tenggara telah berangkat ke Banjarmasin menghadap Sultan Banjar, Sultan Tamdjidillah gelar Panembahan Badarul Alam untuk meminta agar Sultan menunjuk putera (laki-laki  atau wanita) untuk dijadikan raja di daerah mereka.  Maka untuk itu Sultan Banjar menunjuk puterinya menjadi raja di Tanah Bumbu. Kemudian dikenallah di Kerajaan Tanah Bumbu Ratu Intan I yang menjadi raja, sebelumnya daerah ini belum pernah diperintah oleh siapapun. Ratu Intan bersama dengan rombongan yang diserahi oleh beberapa pengawal kerajaan berangkat menuju daerah yang dimaksud, dibawa masuk sungai keluar sungai. Akhirnya Ratu Intan memilih sebuah anak sungai yang terletak di dalam sungai Cengal, yang bernama “Sungai Bumbu”. Ditempat inilah oleh pemuka-pemuka rakyat setempat didirikan sebuah Keraton yang disebut “Dalam”, maka Sungai Bumbu menjadi pusat perhatian orang-orang daerah itu, daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah kekuasaan beliau dinamai “Tanah Bumbu”. Mulailah berkembang sebuah Kerajaan Tanah Bumbu. 11
Tentang asal-usul kerajaan Tanah Bumbu menurut Versi kedua dari Abdurrahman Hakim dkk. (2009) dalam “Sejarah Kotabaru” menyebutkan :
      “Alkisah, sebelum agama Islam, daerah Kotabaru didiami penduduk dari suku Dusun atau Dayak yang menganut kepercayaan animisme. Mereka berasal dari Tamiyang Layang. Baik di Kotabaru, Cengal, Cantung, Sampanahan dan lainnya masih hidup berkelompok. Kehidupan kelompok tersebut tidak aman karena sering dikacau perompakan dan pembunuhan kaum lanun (bajak laut). Dalam kondisi demikian kepala-kepala suku mengadakan perundingan untuk mencari pemimpin agar dapat memberantas lanun. Perundingan membuahkan kesepakatan untuk minta perlindungan kepada kerajaan Banjar. Sebagai realisasi perundingan diutuslah wakil ke kerajaan Banjar semasa pemerintahan Sultan Tamjidilah. Sultan Tamjidilah menyambut baik maksud wakil-wakil kepala suku tersebut dan menunjuk puterinya, Ratu Intan sebagai raja. Ratu Intan bersama rombongan menuju daerah Kotabaru bersama rombongan untuk menjadi kepala pemerintahan. Oleh Ratu Intan dipilih daerah sungai Bumbu di muara sungai Cengal, kerajaan itu kemudian bernama Tanah Bumbu”.12
                Dari kutipan diatas ada beberapa pertanyaan yang muncul, pertama tentang orang Dayak mereka berasal dari Tamiyang Layang dari rumpun etnik Dayak manakah ? karena demikian banyaknya sebaran Orang Dayak di Pulau Kalimantan. Kedua, dari mana istilah kaum Lanun tersebut diambil, sehingga mereka dikenal sebagai  kaum  bajak  laut ? Ketiga,  Apakah  sudah  benar  atau  agak tepat akan peristiwa

     permohonan minta bantuan dari orang Dayak yang berasal dari Pamukan tersebut kepada Sultan  yang  berkuasa  saat itu  adalah Sultan Tamdjidillah ? Kelima, Benarkah Sultan Tamjidillah memiliki anak bernama Ratu Intan sebagai Raja Tanah Bumbu?
                  Tentunya banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari paparan  versi   diatas,  tetapi   apabila   kutipan  tersebut   hanyalah   sebuah  tradisi  lisan (oral tradition) yang  diangkat dari cerita rakyat di Kotabaru sekitarnya tentunya lebih bisa dipahami, namun apabila untuk mengarah kepada fakta historis harus didukung dengan berbagai sumber-sumber tertulis yang relevan yang bisa dipertanggungjawabkan hasil seleksi melalui kritik documenter dalam historiografi.
                 Untuk menjawab pertanyaan pertama tentang orang Dayak  mereka berasal dari Tamiyang Layang yang menempati wilayah Pamukan, pertanyaannya dari rumpun etnik Dayak mana ? karena demikian banyaknya sebaran tempat tinggal orang Dayak yang menempati wilayah terpisah di Pulau Kalimantan. Kapan keberadaan  nama “Dayak” sebagai penduduk di pulau  Kalimantan dan  siapa yang memberi  nama demikian ? Dalam disertasi mendiang Noerid Haloe Radam mengenai “Religi Orang Bukit” (1987) dikutipkan pengelompokkan suku dan orang-orang yang mendiami pulau Kalimantan pada disertasi H.J. Malinnkrodt yang berjudul “Het Adatrecht van Borneo” (1928).
                 H.J. Malinnkrodt (1928)  membagi rumpun suku penduduk asli Kalimantan kedalam enam kelompok besar yakni (1) rumpun suku Kenya-Kayan – Bahau yang mendiami daerah aliran Sungai Mahakam; (2) Ot-Danum dan (3) Iban, yang mendiami kawasan Pegunungan Kapuas, (4) Murud di Sabah, (5) Klemantan dan (6) Punan. Kelompok  rumpun suku tersebut diatas oleh August Hardeland sebagai penduduk asli yang dinamakan Dayak (Worterbuch,1859).13  

Kesultanan Banjar dan Kerajaan Tanah Bumbu Part 3

Kesultanan Banjar  dan Kerajaan Tanah Bumbu Part 3

Tahun 1620 – 1637, masa pemerintahan Ratu Agung dengan gelar Sultan Inayatullah (Raja V). 1634, VOC-Belanda mengirim 6 kapal dibawah pimpinan Gijsbert van Londensteijn kemudian ditambah beberapa kapal di bawah pimpinan  Antonie  Scop dan  Steven Batrentz. 29 November. 1635. Selain orang Belanda di Banjarmasin datang juga orang-orang Inggris dan Demak untuk berdagang. Pada tahun 1635 dibuat kontrak baru antara Belanda dan Banjar yang ditanda tangani oleh Syahbandar kerajaan Banjar bernama Retnady Ratya dari Gadja Babauw, seorang Gujarat.5  VOC- Belanda mendirikan kantor dagang di Banjarmasin di bawah pimpinan Wollebrandt Gelenysen de Jonge.
Pada tahun 1637 – 1642, masa pemerintahan Ratu Anom dengan gelar Sultan Saidulllah (Raja VI).   Tahun 1638, seorang Asisten Belanda terbunuh di Benua Anyar, pertempuran juga menewaskan 64 orang bangsa Belanda, selanjutnya 27 orang Martapura terbunuh, dibalas 40 orang  Belanda  tewas.6 Antara  tahun  1642 – 1660  masa pemerintahan  Pangeran Ratu dengan gelar Sultan Rakyat Allah (Raja VII). 1650 - Di Banjarmasin terdapat perwakilan dagang VOC. Pada akhir abad ke -16 kerajaan (kesultanan) Banjar telah mempunyai daerah pengaruhnya yakni Sukadana, Kotawaringin dan Lawe. Ketiga daerah ini  telah mengirim  upeti   secara  tetap kepada Banjarmasin.
Pada masa pemerintahan Sultan Amarullah Bagus Kusuma (1660 – 1663) komoditi perdagangan  lada  yang semakin ramai  di Banjarmasin sebagai barang dagangan utama saat itu, juga hasil-hasil bumi lainnya diperdagangkan, walaupun kesultanan Banjar di Kayu Tangi-Karang Intan telah terikat perjanjian damai kontrak dagang dengan VOC-Belanda tahun 1660, namun kenyataannya diatas kertas saja, karena perdagangan tetap berjalan seperti biasa lada tetap dijual pedagang Banjar kepada orang-orang Makasar yang datang ke Banjarmasin. Selain orang Makasar  juga orang-orang Cina datang ke Banjarmasin membeli hasil bumi disini.8
Pada masa Sultan Amarullah Bagus Kusuma (1660-1663) sebagai Sultan Banjar VII Kesultanan Banjarmasin semakin kuat dalam perekonomiannya, diakhir tahun 1662 menurut Barra dalam M. Idwar Saleh (1959) ada 12 jung orang Melayu, Inggris, Portugis dan lainnya mengangkut emas dan lada ke Makasar.9  Semasa Sultan Amarullah Bagus Kusuma inilah menurut versi tertentu tentang salah satu wilayah di Bagian Tenggara yang kemudian dikenal dengan Tanah Bumbu mulai muncul ke permukaan setelah adanya anggapan cerita, bahwa tokoh-tokoh orang Dayak  meminta bantuan kepada Sultan untuk mengamankan wilayah Pamukan dari gaangguan dan penyerbuan orang asing di negeri leluhur mereka. Saat itu tentunya sudah dikenal tentang nama Pamukan dan Cengal (Cingal), Sampanahan, Manunggul, Bangkalaan, Cantung, Batulicin dan Buntar Laut, tetapi belum dikenal nama Tanah Bumbu, dimana di wilayah yang kurang diperhatikan keberadaannya, namun versi ini harus dianalisis akan sumber kebenarannya pada bagian selanjutnya.

Kesultanan Banjar dan Kerajaan Tanah Bumbu Part 2

Kesultanan Banjar  dan Kerajaan Tanah Bumbu Part 2

Tentang pertanyaan kapan Kerajaan Banjar berdiri ? beberapa pakar sejarah Barat membuat interpretasi, misalnya J. Eisenberger menyebutkan tahun berdirinya Banjarmasin tahun 1595, Dalam Encyclodaedie van Nederlands- India menyebutkan tahun 1520, Colenbrander dalam bukunya “Koloniale-Geschiedenis” juga menyebutkan 1520. J.J. Ras menegaskan, bahwa Banjarmasin sebagai keraton ke-3 yang didirikan dengan bantuan Kerajaan Demak, terjadi sebelum abad ke-16.
Pendapat J. Eisenberger bahwa Banjarmasin didirikan tahun 1595, tidak dapat diterima, 2 karena historis tidak mendukung, dengan alasan sebagai berikut : Telaahan Pertama; Apabila kerajaan Islam Demak yang membantu berdirinya kerajaan Banjarmasih, maka tak mungkin tahun berdirinya Banjarmasin 1595, tahun itu  Kerajaan  Demak  sudah  tidak ada lagi. 
H.J. De Graaf  dalam Daldjoeni (1984 : 116) menguraikan runtuhnya kerajaan Demak mengutip isi Serat Kanda, yang artinya “Rusaknya negeri Demak itu setelah Dipati meninggalkan kerajaan berlayar di lautan”. Ini terjadi pada tahun Jawa 1510 atau tahun Masehi 1588. 3  Telaahan Kedua; Menurut Sumber Belanda, bahwa Belanda menyerang Banjarmasin dalam tahun 1612 dan membakar Banjarmasin, mengakibatkan pusat kerajaan dipindah ke Kuliling Benteng, kemudian ke Batang Mangapan dan ke Batang banyu hulu sungai Martapura. Penyerangan itu menurut Hikayat Banjar terjadi pada saat pemerintahan Marhum Penambahan atau  Sultan Musta’in Billah (1595 – 1620)  sultan ke - 4 dari kerajaan Banjarmasin. 
Memang sejak kedatangan bangsa Barat di Nusantara atau zaman Kesultanan Banjar abad ke-16, orang Portugis dan kongsi dagang Belanda V.O.C. telah mengenal para pedagang Banjar, Kerajaan Banjar dan mencoba mendekati sultan-sultan Banjar, misalnya Belanda V.O.C sudah mengenal Banjar sejak 1596, yang menarik Belanda terhadap daerah Banjar adalah hasil ladanya, karena Kerajaan Banjar penghasil lada dan dikumpulkan di Banjarmasin untuk diperdagangkan.Para pedagang pembeli lada baik orang Nusantara maupun orang Barat. Terkait dengan berita pembakaran keraton Banjarmasin (Banjar lama di keraton Kuin) 1612 diatas, boleh dilihat dengan  kedatangan orang Belanda yang pertamakali 14 Februari 1606 dibawah Koopman Gilles  Michaelszoon yang ternyata kemudian terbunuh di Banjarmasin. Juga kedatangan orang Belanda ke Sambas tahun 1610 juga terbunuh, berarti jika dalam tahun 1612 Belanda V.O.C menembaki keraton lama di Kuin sangat rasional, sebagai pembalasan terhadap kerajaan Banjar, Keraton Banjarmasih terbakar sehingga keraton Sultan dan pusat pemerintahan berpindah ke daerah Kayu Tangi - Karang Intan.
Sebelumnya antara tahun 1545-1570, masa pemerintahan Sultan Rahmatullah (Raja II) yang berkdudukan di Banjarmasin. Tahun 1570-1695, masa pemerintahan Sultan Hidayatullah (Raja III) di Banjarmasin. Antara tahun 1595-1620, masa pemerintahan Marhum Panembahan dengan gelar Sultan Musta'inbillah (Raja IV) di Banjarmasin memang sudah mulai ramai perdagangan lada sebagai komoditi ekspor Kesultanan Banjar. Kejadian pembunuhan utusan V.O.C. Belanda tersebut adalah pembalasan orang Banjar dengan kejadian sebelumnya pada tahun 1596, VOC Belanda merampas 2 perahu lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten.
 Hal  ini juga ditegaskan Marwati Djoened, et.al (1984), bahwa orang Belanda yang pertama kali datang di Banjarmasin pada tahun 1606 adalah Gilles Michielzoon yang ternyata kemudian terbunuh di Banjarmasin. Juga orang Belanda yang datang ke Sambas pada tahun 1610 terbunuh. Alasan pembunuhan terhadap mereka ialah karena kompeni mengirim 4 kapal untuk merusak kota Banjarmasin. Untuk beberapa waktu lamanya Belanda tidak datang ke Banjarmasin dan baru tahun 1626 mereka muncul kembali untuk mencari lada.4 Dalam Tahun 1612, Belanda menembak hancur keraton dan Istana Sultan Banjar di Kuin, sehingga ibukota kerajaan dipindahkan dari Banjarmasin ke Kayu Tangi (Martapura). 

Kesultanan Banjar dan Kerajaan Tanah Bumbu Part 1


Kesultanan Banjar
dan Kerajaan Tanah Bumbu


A.  Keadaan  Politik,  Perdagangan di Kesultanan Banjar    Hingga Berdirinya Kerajaan Tanah Bumbu
Sebelum secara khusus membicarakan tentang kerajaan Tanah Bumbu terlebih dahulu penting dilihat latar belakang keadaan politik dan perdagangan di wilayah  di Kalimantan Selatan pada Abad ke- 16 dan 17, dimana telah berdiri sebuah kerajaan yang bercorak Islam yang dikenal dengan Kesultanan Banjar, karena dari sinilah nantinya juga terdapat riwayat pendirian Kerajaan Tanah Bumbu dengan kebijakan sultan Banjar yang memperluas wilayah kekuasaannya di Kalimantan Selatan bagian Tenggara.
Sejarah awal  kerajaan Banjar bermula dari tokoh Raden Samudera adalah cikal - bakal penerus kerajaan Daha, Dia adalah cucu Maharaja Sukarama dari Negara Daha yang mengamanati dirinya untuk jadi raja dikemudian hari, Raden Samudera  harus melarikan diri dari kebencian dan ancaman pembunuhan pamannya Pangeran Tumenggung raja terakhir dari dari Negara Daha, dibantu Mangkubumi Arya Taranggana dan dibekali sebuah perahu, jala, pakaian dan makanan Raden Samudera menyamar mendayung perahunya menuju hilir sungai hingga ke Muara Bahan (Marabahan) terus ke arah hilir Sungai Baito bersembunyi di daerah Balandean-Serapat.
Mengenai awal rencana pembentukan kerajaan baru dari kepala kampung-kampung yang ada disekitar muara Barito untuk lepas dari dari Kerajaan Negara Daha dengan peristiwa larinya Raden Samudera diilustrasikan A. Gazali Usman (1989) antara lain :
          
               “Ketika Raden Samudera melarikan diri dan menyembunyikan diri di daerah Muara Barito. Dari Muara Bahan             sebagai Bandar utama Negara Daha, telah terdapat sejumlah kampung di daerah-daerah muara seperti : Balandean,             Sarapat, Muhur, Tamban, Kuwin, Balitung dan Banjarmasih. Kampung Banjarmasih atau kampung Melayu                        merupakan kampung yang khusus, karena dibentuk oleh lima buah sungai, yakni Sungai Pandai, Sungai Sigaling,               Sungai Keramat, Sungai Jagabaya dan Sungai Pangeran adalah anak Sungai Kuwin. Kekhususan kedua dari 
Banjarmasih ini merupakan kampung dari orang Melayu yang pertama dari kampung atau ditengah-tengah kampung oloh Ngaju (orang Ngaju) di daerah Barito Hilir. Marabahan atau Muara Bahan yang merupakan kampung oloh Ngaju, didirikan oleh Datuk Bahendang Bulau, Ketua suku oloh Ngaju yang turun dari Barito. Seperti yang disebut J.J. Ras yang telah mentranskrif Hikayat Banjar, mengapa kampung orang Melayu itu disebut Banjarmasih ?, “Maka bernama Banjarmasih karena nama orang besarnya itu nama Patih Masih itu”.  Patih Masih mengadakan pertemuan dengan Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, Patih Kuwin untuk mencari jalan agar jangan terus – menerus menjadi desa. Mereka sepakat mencari Raden Samudera cucu Maharaja Sukarama yang menurut sumber berita sedang bersembunyi di daerah Balandean, Sarapat, karena Pangeran Tumenggung yang sekarang menjadi raja di Negara Daha pamannya sendiri ingin membunuh Raden Samudera”. 1

Sekitar Tahun 1520, penobatan Raden Samudera oleh Patih Masih, Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung dan Patih Kuwin sebagai raja di Muara Kuin   dengan  gelar  Pangeran  Samudera.  Tanggal  6 September 1526, pertempuran antara Kerajaan Banjar dipimpin Pangeran Samudera dengan Kerajaan Negara Daha dipimpin Pangeran Tumenggung di Sungai Parit Besar, Pangeran Samudra dibantu Kesultanan Demak. Tanggal 24 September 1526 adalah kemenangan Pangeran Samudra dan pembentukan Kesultanan Banjar tingkat awal, dengan memasukkan eks Kerajaan Nagara Daha dan mengangkut penduduknya ke Banjarmasin dan menjadi rakyat kerajaan Banjar, Pangeran Tumenggung diperkenankan memerintah di Batang Alai dengan membawa 1.000 penduduk.
       Tanggal 24 September 1526/6 Zulhijjah 932 H, Pangeran Samudera memeluk agama Islam, di Islamkan oleh Khatib Dayan dari Demak dengan gelar Sultan Suryanullah /Sultan Suriansyah. (1526 – 1545) menjadi Sultan Banjar Pertama memerintah di daerah Banjar.

Remedial Matematika Wajib Kelas x dan Matematika Peminatan Kelas XI

Untuk Kelas X (Berkelompok Max 4 Orang) *Buat Video Durasi Minimal 5 Menit berisi Nyanyian/Yel-yel Tentang Rumus Trigonometri: #A...