Puteri Kalungsu. Karena malu dengan keluarga
dan Rakyat, akhirnya keraton dan kerajaan berpindah memasuki masa kerajaan
Negara Daha dan diperintah oleh Raden Sekar Sungsang yang bergelar Panji Agung
Maharaja Sari Kaburangan.
Negara Daha terletak di Muara
Hulak yang sekarang masih abadi dengan nama “Nagara” kawasan kecamatan yang
termasuk Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Bandar pelabuhan yang digunakan oleh
Negara Daha adalah Muara Bahan (Marabahan sekarang di Kabupaten Barito Kuala). Semntara itu Puteri Kalungsu tetap berada di
Negara Dipa ia memerintah dalam pengaruh yang kecil, konon kematian Puteri
Kelungsu hampir bersamaan dengan waktu kematian Lambung Mangkurat. Saat kerajaan Nagara Daha berlangsung dalam
pemerintahannya jabatan Mangkubumi dijabat oleh putera dari Arya Megatsari bernama Arya Taranggana
seorang cerdik dan bijaksana.
Sekar Sungsang alias Panji Agung
Maharaja Sari Kaburangan sebagai raja di Negara Daha memiliki kepercayaan Hindu
dengan aliran Syiwa (Caiwa) yang dengan
bantuan Jawa berhasil merebut kekuasaan atas Negara Dipa yang rupa-rupanya
beragama Budha.31 Untuk
mengukuhkan kekuasaanya ia membangun Candi Laras di Margasari dengan lingga
yang terbesar yang pernah ada di Kalimantan Selatan. Candi Laras tersebut di
bangun diatas punden berundak-undak tiga, yang berukuran 100 x 100 x 2 meter
tingkat I, 70 x 70 x 2 meter sebagai tingkat II, dan 30 x 30 x 1 meter sebagai
tingkat III, Disini jelas terlihat sinkritisme zaman megalith nelolithikum
dengan Syiwa Jawa Timur. Oleh Rakyat Negara Daha candi yang dibangun Maharaja
Sari Kaburangan ini dikenal dengan Candi Laras.
Zaman Negara Daha dikenal
sebagai masa Syiwaisme, meskipun tidak murni, karena agama itu telah berpadu
dengan unsur Agama Budha. Dari Jawa kepercayaan ini masuk ke Kalimantan yang
lebih dikenal denga aliran Kalacakra. Pemujaan Batara Kala sampai saat
ini terdapat sisa-sisanya dalam beberapa upacara adat di lingkungan
tertentu pada masyarakat di Kalimantan Selatan seperti Manyampir Banua,
Mamagar Banua, Mamalas Padang, Mabarasihi
Sungai, Mamalas Tahun dan sebagainya.
Candi Laras terletak berseberangan dengan
Bandar Muara Rampiau yang terletak agak dihulu sedikit dari komplek candi. Pada
saat pemerintahan raja-raja di Negara Daha pengaruh Jawa sangat kuat, sehingga
raja disebut Raden Panji dan inkarnasi dari Arjuna. Raja pengganti selanjutnya
adalah Maharaja Sukarama, namun Maharaja Sukarama tidak menguasai politik dan
pemerintahan, sehingga pergolakan istana kadang muncul. Ia kembali ke zaman
Budha sebagai lawan Syiwaisme, perebutan kekuasaan berlangsung terus, akhirnya
golongan Hindu tampil dengan tokoh Pangeran Tumenggung yang berhasil merebut
kekuasaan dengan pembunuhan Pangeran Mangkubumi yang menggantikan Sukarama. Demikian
intisari sebagai Hikayat Banjar yang menerangkan tentang Kerajaan Negara Daha.
Dalam
Hikayat Banjar diceritakan, bahwa penobatan Pangeran Tumenggung sebagai raja
Negara Daha terjadi dengan kejadian yang menyedihkan seperti juga terjadi atas
saudaranya Pangeran Mangkubumi. Mahkota kerajaan tidak dapat dipakainya, gong dan
gamelan berbunyi sumbang sedangkan senapan tidak berbunyi lagi. Pengeran
Tumenggung merupakan raja terakhir dari Negara Daha. Dalam perjalanan sejarah
raja-raja di Kalimantan Selatan, bila diteliti secara seksama Nampak pergantian
raja-raja dari Negera Daha sampai ambang kerajaan Banjarmasin terlihat dari :
(1) Sekar Sungsang atau Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan ; (2) Maharaja
Sukarama atau Mertua Ratu; (3) Pangeran Mangkubumi atau Raden Mantri; (4)
Pangeran Tumanggung dan (5) Raden Samudera (nantinya menjadi Raja Banjar
bergelar Sultan Suriansyah setelah memeluk agama Islam dengan bantuan
Kesultanan Demak, dimana melalui Khatib Dayyan sebagai penghulunya dan
dijadikan patokan Tanggal 24 September 1526 sebagai hari kemenangan Raden
Samudera / Sultan Siriansyah dan berdirinya Kesultanan Banjar.
Pada
situs Wikipedia (2011) mengenai profil Kabupaten Tanah Bumbu menyangkut
sejarahnya, disebutkan, bahwa “Di daerah Cantung terdapat sebuah lesung batu (yoni) yang
menunjukkan adanya pengaruh agama Hindu memasuki wilayah ini pada jaman dahulu
kala”,
tetapi situs tersebut tidak menjelaskan dari mana, kapan dan bagaimana
seluk-beluk ditemukannya lesung batu yang mirip yoni tersebut berasal.31
Namun hal ini satu aset
berharga jika sumber yang menyatakan demikian benar. Satu hal yang harus
dipertanyakan jika temuan ini memang yoni tentunya sebuah aset tambahan, bahwa
di Cantung (yang saat ini masuk Kabupaten Kotabaru) dulunya merupakan wilayah
bagian Kerajaan Tanah Bumbu sebelumnya telah ada pengaruh Hindu, namun yang
belum jelas apakah situs batu berupa lesung yang disebutkan sebagai yoni
tersebut apakah sudah menjadi bagian situs cagar budaya ataupun telah menjadi
benda koleksi Museum Negeri lambung Mangkurat di Banjarbaru. Hal ini tentunya
perlu kepastian jika ada rekomendasi dari hasil penelitian Balai Arkeologi.
No comments:
Post a Comment