Showing posts with label Masa Pra-Sejarah di Kalimantan Selatan dan Tanah Bumbu. Show all posts
Showing posts with label Masa Pra-Sejarah di Kalimantan Selatan dan Tanah Bumbu. Show all posts

Kesultanan Banjar dan Kerajaan Tanah Bumbu Part 2

Kesultanan Banjar  dan Kerajaan Tanah Bumbu Part 2

Tentang pertanyaan kapan Kerajaan Banjar berdiri ? beberapa pakar sejarah Barat membuat interpretasi, misalnya J. Eisenberger menyebutkan tahun berdirinya Banjarmasin tahun 1595, Dalam Encyclodaedie van Nederlands- India menyebutkan tahun 1520, Colenbrander dalam bukunya “Koloniale-Geschiedenis” juga menyebutkan 1520. J.J. Ras menegaskan, bahwa Banjarmasin sebagai keraton ke-3 yang didirikan dengan bantuan Kerajaan Demak, terjadi sebelum abad ke-16.
Pendapat J. Eisenberger bahwa Banjarmasin didirikan tahun 1595, tidak dapat diterima, 2 karena historis tidak mendukung, dengan alasan sebagai berikut : Telaahan Pertama; Apabila kerajaan Islam Demak yang membantu berdirinya kerajaan Banjarmasih, maka tak mungkin tahun berdirinya Banjarmasin 1595, tahun itu  Kerajaan  Demak  sudah  tidak ada lagi. 
H.J. De Graaf  dalam Daldjoeni (1984 : 116) menguraikan runtuhnya kerajaan Demak mengutip isi Serat Kanda, yang artinya “Rusaknya negeri Demak itu setelah Dipati meninggalkan kerajaan berlayar di lautan”. Ini terjadi pada tahun Jawa 1510 atau tahun Masehi 1588. 3  Telaahan Kedua; Menurut Sumber Belanda, bahwa Belanda menyerang Banjarmasin dalam tahun 1612 dan membakar Banjarmasin, mengakibatkan pusat kerajaan dipindah ke Kuliling Benteng, kemudian ke Batang Mangapan dan ke Batang banyu hulu sungai Martapura. Penyerangan itu menurut Hikayat Banjar terjadi pada saat pemerintahan Marhum Penambahan atau  Sultan Musta’in Billah (1595 – 1620)  sultan ke - 4 dari kerajaan Banjarmasin. 
Memang sejak kedatangan bangsa Barat di Nusantara atau zaman Kesultanan Banjar abad ke-16, orang Portugis dan kongsi dagang Belanda V.O.C. telah mengenal para pedagang Banjar, Kerajaan Banjar dan mencoba mendekati sultan-sultan Banjar, misalnya Belanda V.O.C sudah mengenal Banjar sejak 1596, yang menarik Belanda terhadap daerah Banjar adalah hasil ladanya, karena Kerajaan Banjar penghasil lada dan dikumpulkan di Banjarmasin untuk diperdagangkan.Para pedagang pembeli lada baik orang Nusantara maupun orang Barat. Terkait dengan berita pembakaran keraton Banjarmasin (Banjar lama di keraton Kuin) 1612 diatas, boleh dilihat dengan  kedatangan orang Belanda yang pertamakali 14 Februari 1606 dibawah Koopman Gilles  Michaelszoon yang ternyata kemudian terbunuh di Banjarmasin. Juga kedatangan orang Belanda ke Sambas tahun 1610 juga terbunuh, berarti jika dalam tahun 1612 Belanda V.O.C menembaki keraton lama di Kuin sangat rasional, sebagai pembalasan terhadap kerajaan Banjar, Keraton Banjarmasih terbakar sehingga keraton Sultan dan pusat pemerintahan berpindah ke daerah Kayu Tangi - Karang Intan.
Sebelumnya antara tahun 1545-1570, masa pemerintahan Sultan Rahmatullah (Raja II) yang berkdudukan di Banjarmasin. Tahun 1570-1695, masa pemerintahan Sultan Hidayatullah (Raja III) di Banjarmasin. Antara tahun 1595-1620, masa pemerintahan Marhum Panembahan dengan gelar Sultan Musta'inbillah (Raja IV) di Banjarmasin memang sudah mulai ramai perdagangan lada sebagai komoditi ekspor Kesultanan Banjar. Kejadian pembunuhan utusan V.O.C. Belanda tersebut adalah pembalasan orang Banjar dengan kejadian sebelumnya pada tahun 1596, VOC Belanda merampas 2 perahu lada dari Banjarmasin yang berdagang di Kesultanan Banten.
 Hal  ini juga ditegaskan Marwati Djoened, et.al (1984), bahwa orang Belanda yang pertama kali datang di Banjarmasin pada tahun 1606 adalah Gilles Michielzoon yang ternyata kemudian terbunuh di Banjarmasin. Juga orang Belanda yang datang ke Sambas pada tahun 1610 terbunuh. Alasan pembunuhan terhadap mereka ialah karena kompeni mengirim 4 kapal untuk merusak kota Banjarmasin. Untuk beberapa waktu lamanya Belanda tidak datang ke Banjarmasin dan baru tahun 1626 mereka muncul kembali untuk mencari lada.4 Dalam Tahun 1612, Belanda menembak hancur keraton dan Istana Sultan Banjar di Kuin, sehingga ibukota kerajaan dipindahkan dari Banjarmasin ke Kayu Tangi (Martapura). 

Kesultanan Banjar dan Kerajaan Tanah Bumbu Part 1


Kesultanan Banjar
dan Kerajaan Tanah Bumbu


A.  Keadaan  Politik,  Perdagangan di Kesultanan Banjar    Hingga Berdirinya Kerajaan Tanah Bumbu
Sebelum secara khusus membicarakan tentang kerajaan Tanah Bumbu terlebih dahulu penting dilihat latar belakang keadaan politik dan perdagangan di wilayah  di Kalimantan Selatan pada Abad ke- 16 dan 17, dimana telah berdiri sebuah kerajaan yang bercorak Islam yang dikenal dengan Kesultanan Banjar, karena dari sinilah nantinya juga terdapat riwayat pendirian Kerajaan Tanah Bumbu dengan kebijakan sultan Banjar yang memperluas wilayah kekuasaannya di Kalimantan Selatan bagian Tenggara.
Sejarah awal  kerajaan Banjar bermula dari tokoh Raden Samudera adalah cikal - bakal penerus kerajaan Daha, Dia adalah cucu Maharaja Sukarama dari Negara Daha yang mengamanati dirinya untuk jadi raja dikemudian hari, Raden Samudera  harus melarikan diri dari kebencian dan ancaman pembunuhan pamannya Pangeran Tumenggung raja terakhir dari dari Negara Daha, dibantu Mangkubumi Arya Taranggana dan dibekali sebuah perahu, jala, pakaian dan makanan Raden Samudera menyamar mendayung perahunya menuju hilir sungai hingga ke Muara Bahan (Marabahan) terus ke arah hilir Sungai Baito bersembunyi di daerah Balandean-Serapat.
Mengenai awal rencana pembentukan kerajaan baru dari kepala kampung-kampung yang ada disekitar muara Barito untuk lepas dari dari Kerajaan Negara Daha dengan peristiwa larinya Raden Samudera diilustrasikan A. Gazali Usman (1989) antara lain :
          
               “Ketika Raden Samudera melarikan diri dan menyembunyikan diri di daerah Muara Barito. Dari Muara Bahan             sebagai Bandar utama Negara Daha, telah terdapat sejumlah kampung di daerah-daerah muara seperti : Balandean,             Sarapat, Muhur, Tamban, Kuwin, Balitung dan Banjarmasih. Kampung Banjarmasih atau kampung Melayu                        merupakan kampung yang khusus, karena dibentuk oleh lima buah sungai, yakni Sungai Pandai, Sungai Sigaling,               Sungai Keramat, Sungai Jagabaya dan Sungai Pangeran adalah anak Sungai Kuwin. Kekhususan kedua dari 
Banjarmasih ini merupakan kampung dari orang Melayu yang pertama dari kampung atau ditengah-tengah kampung oloh Ngaju (orang Ngaju) di daerah Barito Hilir. Marabahan atau Muara Bahan yang merupakan kampung oloh Ngaju, didirikan oleh Datuk Bahendang Bulau, Ketua suku oloh Ngaju yang turun dari Barito. Seperti yang disebut J.J. Ras yang telah mentranskrif Hikayat Banjar, mengapa kampung orang Melayu itu disebut Banjarmasih ?, “Maka bernama Banjarmasih karena nama orang besarnya itu nama Patih Masih itu”.  Patih Masih mengadakan pertemuan dengan Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung, Patih Kuwin untuk mencari jalan agar jangan terus – menerus menjadi desa. Mereka sepakat mencari Raden Samudera cucu Maharaja Sukarama yang menurut sumber berita sedang bersembunyi di daerah Balandean, Sarapat, karena Pangeran Tumenggung yang sekarang menjadi raja di Negara Daha pamannya sendiri ingin membunuh Raden Samudera”. 1

Sekitar Tahun 1520, penobatan Raden Samudera oleh Patih Masih, Patih Balit, Patih Muhur, Patih Balitung dan Patih Kuwin sebagai raja di Muara Kuin   dengan  gelar  Pangeran  Samudera.  Tanggal  6 September 1526, pertempuran antara Kerajaan Banjar dipimpin Pangeran Samudera dengan Kerajaan Negara Daha dipimpin Pangeran Tumenggung di Sungai Parit Besar, Pangeran Samudra dibantu Kesultanan Demak. Tanggal 24 September 1526 adalah kemenangan Pangeran Samudra dan pembentukan Kesultanan Banjar tingkat awal, dengan memasukkan eks Kerajaan Nagara Daha dan mengangkut penduduknya ke Banjarmasin dan menjadi rakyat kerajaan Banjar, Pangeran Tumenggung diperkenankan memerintah di Batang Alai dengan membawa 1.000 penduduk.
       Tanggal 24 September 1526/6 Zulhijjah 932 H, Pangeran Samudera memeluk agama Islam, di Islamkan oleh Khatib Dayan dari Demak dengan gelar Sultan Suryanullah /Sultan Suriansyah. (1526 – 1545) menjadi Sultan Banjar Pertama memerintah di daerah Banjar.

Masa Pra-Sejarah di Kalimantan Selatan dan Tanah Bumbu Part 13 | History Of Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Indonesia

Masa Pra-Sejarah di Kalimantan Selatan dan Tanah Bumbu  Part 13 | History Of Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Indonesia


  Puteri Kalungsu. Karena malu dengan keluarga dan Rakyat, akhirnya keraton dan kerajaan berpindah memasuki masa kerajaan Negara Daha dan diperintah oleh Raden Sekar Sungsang yang bergelar Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan.
              Negara Daha terletak di Muara Hulak yang sekarang masih abadi dengan nama “Nagara” kawasan kecamatan yang termasuk Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Bandar pelabuhan yang digunakan oleh Negara Daha adalah Muara Bahan (Marabahan sekarang di Kabupaten Barito Kuala).   Semntara itu Puteri Kalungsu tetap berada di Negara Dipa ia memerintah dalam pengaruh yang kecil, konon kematian Puteri Kelungsu hampir bersamaan dengan waktu kematian Lambung Mangkurat.  Saat kerajaan Nagara Daha berlangsung dalam pemerintahannya jabatan Mangkubumi dijabat oleh putera dari  Arya Megatsari bernama Arya Taranggana seorang cerdik dan bijaksana.
            Sekar Sungsang alias Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan sebagai raja di Negara Daha memiliki kepercayaan Hindu dengan  aliran Syiwa (Caiwa) yang dengan bantuan Jawa berhasil merebut kekuasaan atas Negara Dipa yang rupa-rupanya beragama Budha.31   Untuk mengukuhkan kekuasaanya ia membangun Candi Laras di Margasari dengan lingga yang terbesar yang pernah ada di Kalimantan Selatan. Candi Laras tersebut di bangun diatas punden berundak-undak tiga, yang berukuran 100 x 100 x 2 meter tingkat I, 70 x 70 x 2 meter sebagai tingkat II, dan 30 x 30 x 1 meter sebagai tingkat III, Disini jelas terlihat sinkritisme zaman megalith nelolithikum dengan Syiwa Jawa Timur. Oleh Rakyat Negara Daha candi yang dibangun Maharaja Sari Kaburangan ini dikenal dengan Candi Laras.
               Zaman Negara Daha dikenal sebagai masa Syiwaisme, meskipun tidak murni, karena agama itu telah berpadu dengan unsur Agama Budha. Dari Jawa kepercayaan ini masuk ke Kalimantan yang lebih dikenal denga aliran Kalacakra. Pemujaan Batara Kala sampai  saat  ini terdapat sisa-sisanya dalam beberapa upacara adat di lingkungan tertentu pada masyarakat  di Kalimantan  Selatan seperti Manyampir Banua,
   Mamagar Banua, Mamalas Padang, Mabarasihi Sungai, Mamalas Tahun dan sebagainya.

              Candi Laras terletak berseberangan dengan Bandar Muara Rampiau yang terletak agak dihulu sedikit dari komplek candi. Pada saat pemerintahan raja-raja di Negara Daha pengaruh Jawa sangat kuat, sehingga raja disebut Raden Panji dan inkarnasi dari Arjuna. Raja pengganti selanjutnya adalah Maharaja Sukarama, namun Maharaja Sukarama tidak menguasai politik dan pemerintahan, sehingga pergolakan istana kadang muncul. Ia kembali ke zaman Budha sebagai lawan Syiwaisme, perebutan kekuasaan berlangsung terus, akhirnya golongan Hindu tampil dengan tokoh Pangeran Tumenggung yang berhasil merebut kekuasaan dengan pembunuhan Pangeran Mangkubumi yang menggantikan Sukarama. Demikian intisari sebagai Hikayat Banjar yang menerangkan tentang Kerajaan Negara Daha.
               Dalam Hikayat Banjar diceritakan, bahwa penobatan Pangeran Tumenggung sebagai raja Negara Daha terjadi dengan kejadian yang menyedihkan seperti juga terjadi atas saudaranya Pangeran Mangkubumi. Mahkota kerajaan tidak dapat dipakainya, gong dan gamelan berbunyi sumbang sedangkan senapan tidak berbunyi lagi. Pengeran Tumenggung merupakan raja terakhir dari Negara Daha. Dalam perjalanan sejarah raja-raja di Kalimantan Selatan, bila diteliti secara seksama Nampak pergantian raja-raja dari Negera Daha sampai ambang kerajaan Banjarmasin terlihat dari : (1) Sekar Sungsang atau Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan ; (2) Maharaja Sukarama atau Mertua Ratu; (3) Pangeran Mangkubumi atau Raden Mantri; (4) Pangeran Tumanggung dan (5) Raden Samudera (nantinya menjadi Raja Banjar bergelar Sultan Suriansyah setelah memeluk agama Islam dengan bantuan Kesultanan Demak, dimana melalui Khatib Dayyan sebagai penghulunya dan dijadikan patokan Tanggal 24 September 1526 sebagai hari kemenangan Raden Samudera / Sultan Siriansyah dan berdirinya Kesultanan Banjar.
                 Pada situs Wikipedia (2011) mengenai profil Kabupaten Tanah Bumbu menyangkut sejarahnya, disebutkan, bahwa “Di daerah Cantung terdapat sebuah lesung batu (yoni) yang menunjukkan adanya pengaruh agama Hindu memasuki wilayah ini pada jaman dahulu kala”, tetapi situs tersebut tidak menjelaskan dari mana, kapan dan bagaimana seluk-beluk ditemukannya lesung batu yang mirip yoni tersebut berasal.31
                Namun hal ini satu aset berharga jika sumber yang menyatakan demikian benar. Satu hal yang harus dipertanyakan jika temuan ini memang yoni tentunya sebuah aset tambahan, bahwa di Cantung (yang saat ini masuk Kabupaten Kotabaru) dulunya merupakan wilayah bagian Kerajaan Tanah Bumbu sebelumnya telah ada pengaruh Hindu, namun yang belum jelas apakah situs batu berupa lesung yang disebutkan sebagai yoni tersebut apakah sudah menjadi bagian situs cagar budaya ataupun telah menjadi benda koleksi Museum Negeri lambung Mangkurat di Banjarbaru. Hal ini tentunya perlu kepastian jika ada rekomendasi dari hasil penelitian Balai Arkeologi.

Masa Pra-Sejarah di Kalimantan Selatan dan Tanah Bumbu Part 12 | History Of Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Indonesia


Masa Pra-Sejarah di Kalimantan Selatan dan Tanah Bumbu  Part 12 | History Of Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Indonesia


yang dikenal sebagai Candi Agung. Inilah suatu pendapat tentang kemungkinan interpretasi historis tentang terbentuknya Negara Dipa”.29
                Empu Jatmika dan anaknya Empu Mandastana serta Lambung Mangkurat merupakan pelarian dari Keling Kediri Utara bermigrasi ke Nusa Tanjung Nagara dan ini meupakan masuknya pengaruh Jawa ke daerah Banjar, baik pengaruh dalam bidang politik pemerintahan, kebudayaan, kesenian sampai dengan cara berpakaian, kepercayaan Hinduisme serta bangunan candinya. Dalam cerita Hihayat Banjar tersebut secara mitologi diceritakan bahwa Empu Jatmika mewasiatkan kepada kedua anaknya yakni Empu Mandastana dan Lambung Mangkurat untuk tidak jadi raja, melainkan keduanya harus bertapa di dalam mencari raja.
              Hasil pertapaan Lambung Mangkurat di pusaran air menghasilkan munculnya seorang puteri secara mistis dari buih-buih dipusaran air tersebut, akhirnya kemunculan puteri ini membawa kebahagian bagi Lambung Mangkurat selaku Mangkubumi, Puteri tersebut diberi nama Puteri Junjung Buih, ia mau menjadi raja puteri, namun permintaan Puteri Junjung Buih ia akan bersuami dengan manusia juga dari hasil pertapaan dan petunjuk Yang Maha  Kuasa, akhirnya Lambung Mangurat bertapa dan dalam mimpinya ia mendapat petunjuk tentang seorang putera dari Majapahit. Ternyata putera tersebut bernama Raden Putera, Raden Putera di datangkan dari Jawa diaturkan tata cara pelamarannya, akhirnya dipersuntinglah Puteri Junjung Buih sebagai calon permasurinya.
              Perkawinan dan penobatan Raden Putra sebagai raja bersama Puteri Junjung Buih dimeriahkan secara besar-besaran. Raden Putera kemudian bergelar Pangeran Suryanata yang berarti Raja Matahari. Demikian sebagian isi dari Hikayat Banjar yang merupakan historiografi (penulisan sejarah) secara tradisional di daerah ini yang umumnya sudah kental dari cerita rakyat di Kalimantan Selatan secara mitologi. Nama Kerajaan Negara Dipa diperkirakan merupakan kesatuan antara kebudayaan Melayu dan Ngaju, yang berarti Negara diseberang sana atau dalam sebutan Jawa Klasik sebagai kerajaan Seberang.
                Kerajaan Negara Dipa sangat dikenal oleh etnis Dayak Maanyan yang merupakan suku yang mendominasi di daerah ini sebagai kerajaan mereka yang diduga bernama Nan-Sarunai, walaupun versi lain menyatakan Nan Sarunai terdahulu sebelum kerajaan Negara Dipa hadir.  Tidak banyak yang diketahui pada pemerintahan Pangeran Suryanata dan Puteri Junjung Buih di kerajaan Negara Dipa, hanya disebutkan bahwa wilayah yang tunduk saat itu adalah Sukadana, Danggau, Sambas, Batang Lawai dan Kotawaringin. Begitu pula Pasir, Kutai, Berau, Karesikan, bahkan raja Majapahit yang besar itu menghormati Pangeran Suryanata dengan Mangkubumi Lambung Mangkurat yang termasyhur kegagahan dan keperwiraaanya. 30
               Menyangkut sistem pemerintahan kerajaan Negara Dipa tidaklah banyak diketahui, hanya saja disebutkan tentang nama Mangkubumi Lambung Mangkurat yang merupakan tokoh yang berperan penting dalam kerajaan Nagara Dipa sejak berdirinya kerajaan ini hingga masa lenyapnya. Dalam Hikayat Banjar disebutkan juga jabatan Panganan dan Pangiwa, Jabatan tersebut dijabat oleh tokoh Arya Megatsari dan Temunggung Tatah Jiwa, Jabatan dibawahnya adalah Jaksa yang dijabat oleh Patih Paras, Patih Pasi, Patih Luhur dan Patih Dulu. Selanjutnya jabatan Mantri Bumi yang dijabat oleh empat orang Mantri Bumi yaitu : Sang Panimba Sagara, Sang Panagruntun Manau, Sang Pambalah Batung  dan Sang Jampang Sasak, dimana mereka mempunyai wilayah kekuasaan untuk memerintah empat puluh orang Mantri Sikap. Saudara raja mendapat gelar Dipati mempunyai seribu orang pemimpin yang siap setia menunggu perintah Mangkubumi.
                Hikayat Banjar tidak  banyak memceritakan tentang lenyapnya kerajaan Negara Dipa, yang ada kemunculan baru kerajaan penggantinya adalah Negara Daha. Hikayat Banjar hanya memaparkan penyebab perpindahan Negara Dipa menjadi Negara Daha adalah karena masalah keluarga saja, diantaranya diceritakan singkat antara seorang anak yang  bernama  Raden  Sekar  Sungsang  yang  tidak  menyadari  mengawini    ibunya   yang  menjadi raja di Negara Dipa, yaitu

Masa Pra-Sejarah di Kalimantan Selatan dan Tanah Bumbu Part 11 | History Of Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Indonesia


  kehidupan ekonomi sebagai pedagang. Dalam Tutur Candi dikatakan, bahwa Empu Jatmika sebagai pendiri kerajaan Negara Dipa adalah anak seorang saudagar Keling yang bernama Jantam.23
               Kerajaan Negara Dipa memiliki daerah-daerah bawahan yang disebut Sakai, yang masing-masing dipimpin oleh seorang Mantri Sakai. Sebuah pemerintahan Sakai kira-kira sama  dengan  pemerintahan lalawangan (distrik) pada masa Kesultanan Banjar. Salah satu negeri bawahan Kuripan adalah Negara Dipa. Menurut Hikayat Banjar, Negara Dipa merupakan sebuah negeri yang didirikan Ampu Jatmika yang berasal dari Keling (Coromandel).24 Menurut Veerbek (1889:10) Keling, propinsi Majapahit di barat daya Kediri. Menurut Paul Michel Munos dalam Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Senanjung Malaysia, hal 401 dan 435, Empu Jamatka (maksudnya Ampu Jatmika) mendirikan Negara Dipa diperkirakan sekitar tahun 1387.
             Ampu Jatmika berasal dari Keling, dengan rombongannya membawa  kapal  si  Prabayaksa  telah  tiba di Pulau Hujung Tanah. Di Pulau inilah ia membuat negeri dengan  candi  yang  disebut  dengan Negara  Dipa. Persoalan interpretasi Keling seperti dikemukakan ada yang menyatakan negeri India, tetapi istilah Keling menurut Hipotesa Van Der Thuuk sebagaimana dikutip M. Idwar Saleh (1981) adalah berhubungan dengan Jawa, bukan Kalingga di India.
                Di Jawa Timur terdapat sebuah distrik dengan nama Keling serta dalam cerita-cerita Jawa sebagai nama alternatif dari Kuripan atau Jenggala.25  Diduga Ampu Jatmika menjabat sebagai Sakai di Negara Dipa (situs Candi Laras atau Margasari). Ampu Jatmika bukanlah keturunan bangsawan dan   juga   bukan   keturunan  raja - raja Kuripan,Kuripan sebagai penguasa Kerajaan Kuripan yang wilayahnya lebih luas tersebut, tetapi walau demikian Ampu Jatmika tidak menyebut dirinya sebagai raja, tetapi hanya sebagai Penjabat Raja (pemangku).     

                        Penggantinya Lambung Mangkurat (Lembu Mangkurat) setelah bertapa di sungai berhasil memperoleh Putri Junjung Buih yang kemudian dijadikan Raja Putri di Negara Dipa. Raja Putri ini sengaja dipersiapkan sebagai jodoh bagi seorang Pangeran yang  sengaja  dijemput  dari  Majapahit yaitu  Raden Putera yang kelak bergelar Pangeran Suryanata. Keturunan Lambung Mangkurat dan keturunan mereka berdua inilah yang kelak sebagai raja-raja di Negara Dipa. Menurut Tutur Candi, Kerajaan Kahuripan adalah kerajaan yang lebih dulu berdiri sebelum Kerajaan Negara Dipa. Karena raja Kerajaan Kahuripan menyayangi  Empu  Jatmika  sebagai anaknya  sendiri maka setelah dia tua dan mangkat kemudian seluruh wilayah kerajaannya (Kahuripan) dinamakan sebagai Kerajaan Negara Dipa, yaitu nama daerah yang didiami oleh Empu Jatmika.26
                       Kerajaan Negara Dipa semula beribukota di Candi Laras (Distrik Margasari) dekat  hilir  Sungai  Bahan  tepatnya  pada  suatu  anak  sungai  Bahan, kemudian ibukotanya pindah ke hulu Sungai Bahan yaitu sekitar Candi Agung (Amuntai), Empu Jatmika menggantikan kedudukan Raja Kuripan (negeri yang lebih tua) yang mangkat tanpa memiliki keturunan, sehingga nama Kerajaan Kuripan berubah menjadi Kerajaan Negara Dipa. Ibukota waktu itu berada di Candi Agung (Amuntai) Kabupaten Hulu Sungai Utara. Kerajaan Negara Dipa ini dikenal sebagai penghasil intan pada zamannya.
                        Mengenai perekonomian Negara Dipa Tundjung (1991) memaparkan, bahwa sumber utama kehidupan ekonomi adalah pertanian, sedangkan pusat kerajaan terletak ditepian sungai besar, sehingga pemerintahannya berpengaruh kedaerah pedalaman seperti daerah Tabalong,
 Balangan, Petak,  Hamandit, Labuhan Amas dan  daerah  lain disekitarnya. Penanaman lada dibatasi untuk keperluan sendiri. Selain itu Negara Dipa juga penghasil hasil bumi seperti emas, intan, batu-batuan perhiasan, lilin, rotan dan lainnya.27     
                     Memang disadari bahwa merokstruksi tentang sejarah  Negara Dipa amatlah sulit, mengingat  sumber - sumber  yang  mendukungnya  relatif  sedikit, sumber  yang  ada oleh sumber Barat dianggap sebagai catatan non-historis atau dianggap bersifat dongeng atau legenda (mitologi), hal ini diakui Goh Yoon Fong (2013) mengenai asal-usul Banjarmasin (Kerajaan Banjar) sebagai etnisitas politik masih kabur karena kelangkaan dan keterangan yang tidak memuaskan mengenai sumber-sumber tentang orang Banjar yang sebagian besar dikumpulkan dari mitologi lokal. 28
A Gazali Usman (1989) mengemukakan suatu pendapat tentang kemungkinan interpretasi historis mengenai terbentuknya Kerajaan Negara Dipa :
      “ Dalam abad ke-13 terjadi peperangan Ganter antara Ken Arok dengan Raja Kertanegara (tahun 1222) Ken Arok tokoh dalam kalangan bawah yang berhasil membunuh Tunggul Ametung dan memperisiteri Ken Dedes, selanjutnya ambisinya diteruskan, sehingga mengalahkan Kertajaya. Dalam peperangan itu Kertajaya mati, pengikutnya inilah yang melarikan diri ke Kalimantan, dan inilah emigran para bangsawan Jawa yang kemudian mendirikan kerajaan Negara Dipa  di  Amuntai  sekarang  dengan  mendirikan sebuah candi

Masa Pra-Sejarah di Kalimantan Selatan dan Tanah Bumbu Part 10 | History Of Dayak People In Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Indonesia

B.     Zaman Hindu Budha di Kalimantan Selatan
             Pada masa munculnya kerajaan yang bercorak Hindu dan kemudian dilanjutkan dengan masa Budha tidak banyak sumber yang menerangkan tentang keberadaan dan pengaruhnya di wilayah Tanah Bumbu.  Pengaruh zaman Hinduisme-Budha banyak terarah pada masa Kerajaan Negara Dipa dan Negara Daha, M. Idwar Saleh (1958) mengakui lebih awal tentang berita-berita lama atau sejarah tua dari daerah ini tak seberapa jelas, berhubung kurangnya bahan-bahan tertulis, lebih-lebih mengenai hingga masa berakhirnya abad ke-16. Hikayat Lambung Mangkurat atau Tutur Candi atau Silsilah Raja-Raja Banjar dan Kota Waringin paling lambat menurut A.A. Cense diselesaikan lebih kurang 1728, yang didasarkannya atas perbandingan-perbandingan dengan berita-berita Daghregister Batavia tidaklah dapat memberikan pegangan, karena banyaknya bentuk-bentuk yang masih bersifat dongeng.18
                Periode ini merupakan periode yang agak gelap, hal ini disebabkan karena sumber sejarah yang dapat menunjukkan adanya Kerajaan Negara Dipa sangatlah minim, kecuali hanya Candi Agung di Amuntai sebagai bukti peninggalan Hinduisme terhadap kerajaan Negara Dipa ini, salah satu sumber yang dapat dipergunakan adalah tradisi lisan (oral tradition) yang berkembang dalam dalam kalangan luas masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan berupa Hikayat Banjar ataupun Tutur Candi.19
            Mengenai terbentuknya Negara Dipa pada Hikayat Banjar disebutkan dalam cerita yang menyatakan :
            “Mula-mula saudagar Keling bernama Saudagar Mangku Bumi terlalu kaya beberapa manaruh Gedung dan kacedan  kapal dan selop dan kuteng dan pacalang dan galiang tiada  terperi   manaruh   harta  banyaknya  ialah  menyimpan  emas dan  perak  dan segala  permata  yang elok - elok, maka ada ia beranak seorang laki-laki, maka dinamainya Ampu Jatmika dan dinamainya isteri saudagar Mangku Bumi itu Sitira.20

            Menurut Hikayat Lambung Mangkurat Gusti Mayur, dijelaskan bahwa, Ampu Jatmika ini nantinya kemudian mengawini seorang perempuan bernama Sira Manguntur dan berputra dua orang yang diberi nama Empu Mandastana dan Lembu Mangkurat. 21 Paul Michel Munoz berpendapat, Ampu Djatmika mendirikan Negara Dipa sejak ±1387.22   Mengenai  asal- mula terbentuknya  Kerajaan Negara Dipa, Tundjung (1991) memaparkan, seperti disebutkan dalam Tutur Candi, Maupun   pada  Hikayat  Banjar, pendiri kerajaan mempunyai

Masa Pra-Sejarah di Kalimantan Selatan dan Tanah Bumbu Part 9 | History Of Dayak People In Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Indonesia

Masa Pra-Sejarah di Kalimantan Selatan dan Tanah Bumbu 


             Dari paparan diatas dapat diulas, bahwa  dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Banjarmasin telah menunjukan bahwa wilayah Kalimantan bagian selatan dan tenggara ternyata sudah menarik kehadiran manusia prasejarah dari jalur perjalanan mereka dari Asia Tenggara daratan menuju ke Asia Tenggara kepulauan (lihat hipotesa persebaran Proto Melayu (Melayu Tua) dan Deutero Melayu (Melayu Muda) yang telah dikemukakan diatas).
             Penelitian terdahulu misalnya yang dilakukan (Harry Widianto) di situs Gua Babi dan Gua Tengkorak di Kabupaten Tabalong (Kalimantan Selatan bagian utara ) sudah terdapat kehidupan dan kebudayaan prasejarah paling tidak sekitar 5.000 tahun yang lalu, dengan manusia pendukung budaya berciri ras Australomelanesid. Menurut Harry Widianto dalam Bambang Sugiyanto (2011) kelompok manusia ras Australomelanesid   ini boleh jadi merupakan salah satu kelompok yang menyimpang dari jalur pergerakan manusia (migrasi) yang berasal dari Asia Tenggara daratan melalui semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa dan terus ke timur. Salah satu kelompok kecil tersebut ada yang menuju utara yaitu ke lokasi situs prasejarah yang ada di Kalimantan Selatan.17
                       Jadi sisa-sisa yang ditinggalkan di situs Gua Babi dan Gua Tengkorak di Kabupaten Tabalong tentunya sangat berbeda dengan kelompok manusia pra-sejarah  yang dianggap rumpun Melayu, karena Pendapat lain menyatakan sebahagian besar dari penduduk  Nusantara  termasuk  ras  Paleomongoloid,  atau  ras Mongoloid  tertua, istilah  Paleomongoloid adalah  sebutan yang diberikan oleh von Eickstedt untuk ras Melayu. Sebagai cabang dari ras induk Kuning, ras Melayu ini yang tua. Persebarannya dari sumber aslinya (yakni mungkin  di daerah Tibet) menuju ke Selatan melalui jazirah Hindia Belakang. Adapun cabang lain dari  ras  induk  Kuning,  yakni  ras Mongoloid bergerak ke Timur menuju Cina, Korea dan Jepang. Ras Proto-Melayu yang menetap  di  pulau   Kalimantan  menjadi  cikal - bakal  orang Dayak, sementara ras Australomelanesid kemungkinan besar meneruskan perjalanan mereka dalam kelompoknya, mengingat masa Glacial IV itu paparan Sunda menyatu dengan pulau di Kalimantan.

             Dengan demikian situs arkeologi Gua Sugung, Gua Payung dan Gua Landung (survey tahun 2006 dan 2008) ditambah dengan situs Gua Bangkai (tahun 2010) merupakan aset daerah Kabupaten Tanah Bumbu sebagai situ cagar budaya, dimana tempat tersebut pernah menjadi hunian manusia pra-sejarah yang ada di Kecamatan Mantewe Kabupaten Tanah Bumbu di Kalimantan Selatan. 
            Berdasarkan hasil kesimpulan sementara, bahwa gua-gua dan ceruk hunian manusia di masa lampau di kawasan Mantewe   Kabupaten  Tanah  Bumbu  ini  merupakan  tempat   manusia  prasejarah yang diduga sementara juga sama dengan penghuni gua Babi dan Gua Tengkorak di Tabalong adalah berasal dari ras Australomelanesid yang umumnya bermigrasi menuju wilayah Benua Australia, tetapi sebagian kelompok mereka menyimpang  dari jalur pergerakan manusia (migrasi) yang berasal dari Asia Tenggara daratan melalui semenanjung Malaysia (Malaya), Sumatera, Jawa dan terus ke timur. Salah satu kelompok kecil tersebut ada yang nyasar menuju utara yaitu ke lokasi situs prasejarah yang ada di Kalimantan Selatan.
            Mengenai situs Gua Bangkai di kecamatan Mantewe Kabupaten Tanah Bumbu yang diteliti tahun 2010 dapat disimpulkan sementara adalah sebuah hunian manusia prasejarah yang khusus digunakan sebagai tempat pembuatan alat batu atau situs perbengkelan, dimana dari hasil penelitian menunjukan betapa intensifnya pekerjaan pembuatan alat batu di situs Gua Bangkai ini. Kawasan Pegunungan Meratus di Kalimanatan Selatan dengan seluruh daya dukung kehidupannya telah membuktikan keberadaan hunian manusia prasejarah masa Mesolitik (zaman batu tengah)  - Neolitik (zaman batu muda).
            Eksistensi manusia pra-sejarah Kalimanatan  Selatan  diketahui sejak 6000-5000 tahun lalu di situs Gua Babi, Dusun Randu, Kec. Muara Uya, Kabupaten Tabalong. Hal ini dibuktikan melalui temuan ekskavasi pada beberapa gua, di antaranya Gua Babi, Gua Tengkorak, dan Gua Cupu berupa, kapak batu, alat serpih, alat tulang, sisa tulang binatang, timbunan cangkang kerang, dan fragmen gerabah. Temuan yang serupa juga ditemui di Gua Sugung, Gua Payung, Gua Landung dan Gua Bangkai di Kecamatan Mantewe  Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.


Remedial Matematika Wajib Kelas x dan Matematika Peminatan Kelas XI

Untuk Kelas X (Berkelompok Max 4 Orang) *Buat Video Durasi Minimal 5 Menit berisi Nyanyian/Yel-yel Tentang Rumus Trigonometri: #A...