Showing posts with label Orang Dayak. Show all posts
Showing posts with label Orang Dayak. Show all posts

Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu Part 3

Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu Part 3


              Salah seorang pimpinan cikal bakal orang  Banjar dikemudian hari,  yakni di zaman Hinduisme dengan kerajaan Negara Dipa disekitar Amuntai (sekarang Kabupaten Hulu Sungai Utara) yang terkenal adalah tokoh Lambung Mangkurat menurut orang Dayak adalah tokoh Lambung Mangkurat adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum). Namun harus diteliti kebenarannya. Kalau melihat asal - usul sebaran etnik Dayak diduga sementara orang Dayak yang tinggal di Kotabaru, Cengal, Cantung, Sampanahan dan lainnya yang kemudian disebut Dayak Samihim adalah berasal dari Tamiyang Layang tentunya diduga dari sub rumpun orang Dayak Maanyan.
             Untuk menjawab pertanyaan Kedua, dari mana istilah kaum Lanun tersebut diambil, sehingga mereka dikenal sebagai kaum bajak laut ? Istilah “kaum Lanun” dari beberapa sumber adalah kelompok etnis tempat tinggal mereka adalah di antara pulau-pulau yang tersebar di Filipina bagian Selatan, atau berdekatan dengan pulau Minadano. Versi lain menyebut kelompok Lanun atau dikenal dengan Bajak laut tersebut  terdapat dalam beberapa uraian tentang perompak laut di daerah Laut Sulu di kawasan Filipina Selatan yang berdekatan dengan Kawasan Brunei atau Kalimantan Bagian Utara yang masuk Malaysia (Sabah).
             Umumnya kelompok Lanun tersebut bekerja sebagai perompak atau lebih dikenal dengan “ Bajak Laut “ yang membajak kapal-kapal dagang, menyita barang-barang rampasan apa saja yang ada di dalam muatan kapal dan bahkan membunuh orang-orang yang tidak mematuhi keinginan mereka ketika sat perompakan dilakukan. Kadangkala para perompak juga menculik awak kapal dan penumpangnya.  Dalam cara kerjanya kelompok bajak laut ini atau kaum Lanun tersebut umumnya memiliki kapal layar besar yang bertenaga angin atau tergantung arah angin dan didalam kapal biasanya disediakan perahu-perahu kecil ada yang pakai layar dan tidak.Istilah Lanun terdapat dalam buku yang ditulis Guru Besar Emiritus Sejarah Asia Tenggara D.G.E Hall (1988) dari Universitas London. Memang umumnya sebutan Lanun ditujukan kepada kelompok bersenjata tradisional dan perahu yang  kehidupan dan  perekonomian  mereka  membajak   kapal-kapal dagang di samudera ataupun muara sungai yang mengarah ke laut, namun tidak menutup kemungkinan bisa melakukan perampokan di daratan, apabila jalur dagang sepi.16


                   Kemudian kaum Lanun seperti dijelaskan Hall (1988) diatas apakah mungkin melakukan perompakan di daerah Pamukan ? Mungkin saja terjadi karena antara laut Sulu di Filipina selatan (Mindanao) harus turun ke Kalimantan Timur, ke Kutai, Paser dan terus ke tenggara Kalimantan.

Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu Part 2

Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu Part 2

Kemungkinan  nama Dayak ini pertamakali diberikan oleh August Hardeland. Dayak atau Daya (ejaan lama : Dajak atau Dyak) adalah kumpulan berbagai sub - etnis  Austronesia   yang  dianggap   sebagai   penduduk  asli  yang  mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan). Budaya masyarakat Dayak adalah budaya maritim atau bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.
Suku bangsa Dayak terdiri atas enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan. Masyarakat Dayak Barito beragama Islam yang dikenali sebagai suku Bakumpai di sungai Barito tempo dulu. Secara Etimologi, Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk menyebut orang-orang asli non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu.  Ini  terutama  berlaku  di Malaysia,   karena  di Indonesia ada suku-suku Dayak yang Muslim namun tetap termasuk kategori Dayak walaupun beberapa diantaranya disebut dengan Suku Banjar dan Suku Kutai. Terdapat beragam penjelasan tentang etimologi istilah ini.
Ada juga yang mengemukakan, bahwa  kata Dayak berasal dari kata daya dari bahasa Kenyah, yang berarti hulu (sungai) atau pedalaman.  Ada yang menduga-duga bahwa Dayak mungkin juga berasal dari kata aja, sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli atau pribumi. Sebagian pendapat lain juga ada yang yakin bahwa kata itu mungkin berasal dari sebuah istilah dari bahasa Jawa Tengah  yang berarti  perilaku yang tak sesuai atau yang tak pada tempatnya.  Istilah untuk suku penduduk asli dekat Sambas dan Pontianak adalah Daya, di Banjarmasin disebut Biaju (bi= dari; aju= hulu). Kalau dilihat hampir tidak ada orang Ngaju atau Biaju yang tinggal dekat dengan Banjarmasin, kecuali sub etnik bagian Ngaju terkecil,  misalnya  orang Berangas di sekitar pulau Alalak atau orang Bakumpai di alur sungai Barito di Muara Bahan (Marabahan - Barito Kuala) saja.

Boleh saja ada asumsi yang mengemukakan bahwa di Banjarmasin, istilah Dayak mulai digunakan dalam perjanjian Sultan Banjar dengan Hindia Belanda tahun 1826, untuk menggantikan istilah Biaju Besar (daerah sungai Kahayan) dan Biaju Kecil (daerah sungai Kapuas Murung) yang masing-masing diganti menjadi Dayak Besar dan Dayak Kecil. 14 Sejak itu istilah Dayak juga ditujukan untuk rumpun Ngaju-Ot Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah “Dayak” dipakai meluas yang secara kolektif merujuk kepada suku-suku penduduk asli setempat yang berbeda-beda bahasanya, khususnya non-Muslim atau non-Melayu. Pada akhir abad ke-19 istilah Dayak dipakai dalam konteks kependudukan penguasa kolonial yang mengambil alih kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-daerah pedalaman Kalimantan.
                    Didaerah Kalimantan Selatan Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan (Wadian ) orang Dayak maanyan di daerah Warukin Kabupaten Tabalong itu sering disebut Nansarunai Usak Jawa, yakni kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang dihancurkan oleh Kerajaan Marajampahit (kemungkinan Kerajaan Majapahit), yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389. Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak Maanyan  terdesak  dan  terpencar,   sebagian  masuk  daerah 
   pedalaman ke wilayah suku Dayak Lawangan. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1520-an) berakibat Orang Maanyan menyebar keberbagai penjuru Kalimantan Selatan dan Tengah. 15
               Sebagian besar suku Dayak di wilayah Selatan dan Timur Kalimantan yang memeluk agama Islam tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai atau orang Banjar dan Suku Kutai. Sedangkan orang  Dayak  yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di daerah Tabalong, Amuntai, Margasari, Batang Amandit, Labuan Amas dan Balangan. Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba sebagai masyarakat pedalaman.

Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu Part 1


A.     Beberapa Versi Pendapat dan Analisis Awal Kerajaan Tanah Bumbu

Mengenai asal-usul berdirinya Kerajaan Tanah Bumbu dan suku bangsa penyerang yang menghancurkan tatanan kerajaan orang Dayak di Pamukan di wilayah sekitarnya, beberapa pendapat menyatakan mereka adalah bajak laut, ada juga yang membuat argumentasi penyebaran Islam dari Kerajaan Pasir dan umumnya menyatakan sebagai serangan para perompak yang tidak terorganisir. Versi yang pertama mengenai asal-usul kerajaan Tanah Bumbu dipaparkan oleh Attabranie Kasuma (1981) 10  diantaranya menyebutkan :

 “Pada pemerintahan Kesultanan Banjar, penduduk asli yang terdiri dari orang-orang Dayak dari Kalimantan Tenggara telah berangkat ke Banjarmasin menghadap Sultan Banjar, Sultan Tamdjidillah gelar Panembahan Badarul Alam untuk meminta agar Sultan menunjuk putera (laki-laki  atau wanita) untuk dijadikan raja di daerah mereka.  Maka untuk itu Sultan Banjar menunjuk puterinya menjadi raja di Tanah Bumbu. Kemudian dikenallah di Kerajaan Tanah Bumbu Ratu Intan I yang menjadi raja, sebelumnya daerah ini belum pernah diperintah oleh siapapun. Ratu Intan bersama dengan rombongan yang diserahi oleh beberapa pengawal kerajaan berangkat menuju daerah yang dimaksud, dibawa masuk sungai keluar sungai. Akhirnya Ratu Intan memilih sebuah anak sungai yang terletak di dalam sungai Cengal, yang bernama “Sungai Bumbu”. Ditempat inilah oleh pemuka-pemuka rakyat setempat didirikan sebuah Keraton yang disebut “Dalam”, maka Sungai Bumbu menjadi pusat perhatian orang-orang daerah itu, daerah-daerah yang termasuk dalam wilayah kekuasaan beliau dinamai “Tanah Bumbu”. Mulailah berkembang sebuah Kerajaan Tanah Bumbu. 11
Tentang asal-usul kerajaan Tanah Bumbu menurut Versi kedua dari Abdurrahman Hakim dkk. (2009) dalam “Sejarah Kotabaru” menyebutkan :
      “Alkisah, sebelum agama Islam, daerah Kotabaru didiami penduduk dari suku Dusun atau Dayak yang menganut kepercayaan animisme. Mereka berasal dari Tamiyang Layang. Baik di Kotabaru, Cengal, Cantung, Sampanahan dan lainnya masih hidup berkelompok. Kehidupan kelompok tersebut tidak aman karena sering dikacau perompakan dan pembunuhan kaum lanun (bajak laut). Dalam kondisi demikian kepala-kepala suku mengadakan perundingan untuk mencari pemimpin agar dapat memberantas lanun. Perundingan membuahkan kesepakatan untuk minta perlindungan kepada kerajaan Banjar. Sebagai realisasi perundingan diutuslah wakil ke kerajaan Banjar semasa pemerintahan Sultan Tamjidilah. Sultan Tamjidilah menyambut baik maksud wakil-wakil kepala suku tersebut dan menunjuk puterinya, Ratu Intan sebagai raja. Ratu Intan bersama rombongan menuju daerah Kotabaru bersama rombongan untuk menjadi kepala pemerintahan. Oleh Ratu Intan dipilih daerah sungai Bumbu di muara sungai Cengal, kerajaan itu kemudian bernama Tanah Bumbu”.12
                Dari kutipan diatas ada beberapa pertanyaan yang muncul, pertama tentang orang Dayak mereka berasal dari Tamiyang Layang dari rumpun etnik Dayak manakah ? karena demikian banyaknya sebaran Orang Dayak di Pulau Kalimantan. Kedua, dari mana istilah kaum Lanun tersebut diambil, sehingga mereka dikenal sebagai  kaum  bajak  laut ? Ketiga,  Apakah  sudah  benar  atau  agak tepat akan peristiwa

     permohonan minta bantuan dari orang Dayak yang berasal dari Pamukan tersebut kepada Sultan  yang  berkuasa  saat itu  adalah Sultan Tamdjidillah ? Kelima, Benarkah Sultan Tamjidillah memiliki anak bernama Ratu Intan sebagai Raja Tanah Bumbu?
                  Tentunya banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari paparan  versi   diatas,  tetapi   apabila   kutipan  tersebut   hanyalah   sebuah  tradisi  lisan (oral tradition) yang  diangkat dari cerita rakyat di Kotabaru sekitarnya tentunya lebih bisa dipahami, namun apabila untuk mengarah kepada fakta historis harus didukung dengan berbagai sumber-sumber tertulis yang relevan yang bisa dipertanggungjawabkan hasil seleksi melalui kritik documenter dalam historiografi.
                 Untuk menjawab pertanyaan pertama tentang orang Dayak  mereka berasal dari Tamiyang Layang yang menempati wilayah Pamukan, pertanyaannya dari rumpun etnik Dayak mana ? karena demikian banyaknya sebaran tempat tinggal orang Dayak yang menempati wilayah terpisah di Pulau Kalimantan. Kapan keberadaan  nama “Dayak” sebagai penduduk di pulau  Kalimantan dan  siapa yang memberi  nama demikian ? Dalam disertasi mendiang Noerid Haloe Radam mengenai “Religi Orang Bukit” (1987) dikutipkan pengelompokkan suku dan orang-orang yang mendiami pulau Kalimantan pada disertasi H.J. Malinnkrodt yang berjudul “Het Adatrecht van Borneo” (1928).
                 H.J. Malinnkrodt (1928)  membagi rumpun suku penduduk asli Kalimantan kedalam enam kelompok besar yakni (1) rumpun suku Kenya-Kayan – Bahau yang mendiami daerah aliran Sungai Mahakam; (2) Ot-Danum dan (3) Iban, yang mendiami kawasan Pegunungan Kapuas, (4) Murud di Sabah, (5) Klemantan dan (6) Punan. Kelompok  rumpun suku tersebut diatas oleh August Hardeland sebagai penduduk asli yang dinamakan Dayak (Worterbuch,1859).13  

Masa Pra-Sejarah di Kalimantan Selatan dan Tanah Bumbu Part 12 | History Of Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Indonesia


Masa Pra-Sejarah di Kalimantan Selatan dan Tanah Bumbu  Part 12 | History Of Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Indonesia


yang dikenal sebagai Candi Agung. Inilah suatu pendapat tentang kemungkinan interpretasi historis tentang terbentuknya Negara Dipa”.29
                Empu Jatmika dan anaknya Empu Mandastana serta Lambung Mangkurat merupakan pelarian dari Keling Kediri Utara bermigrasi ke Nusa Tanjung Nagara dan ini meupakan masuknya pengaruh Jawa ke daerah Banjar, baik pengaruh dalam bidang politik pemerintahan, kebudayaan, kesenian sampai dengan cara berpakaian, kepercayaan Hinduisme serta bangunan candinya. Dalam cerita Hihayat Banjar tersebut secara mitologi diceritakan bahwa Empu Jatmika mewasiatkan kepada kedua anaknya yakni Empu Mandastana dan Lambung Mangkurat untuk tidak jadi raja, melainkan keduanya harus bertapa di dalam mencari raja.
              Hasil pertapaan Lambung Mangkurat di pusaran air menghasilkan munculnya seorang puteri secara mistis dari buih-buih dipusaran air tersebut, akhirnya kemunculan puteri ini membawa kebahagian bagi Lambung Mangkurat selaku Mangkubumi, Puteri tersebut diberi nama Puteri Junjung Buih, ia mau menjadi raja puteri, namun permintaan Puteri Junjung Buih ia akan bersuami dengan manusia juga dari hasil pertapaan dan petunjuk Yang Maha  Kuasa, akhirnya Lambung Mangurat bertapa dan dalam mimpinya ia mendapat petunjuk tentang seorang putera dari Majapahit. Ternyata putera tersebut bernama Raden Putera, Raden Putera di datangkan dari Jawa diaturkan tata cara pelamarannya, akhirnya dipersuntinglah Puteri Junjung Buih sebagai calon permasurinya.
              Perkawinan dan penobatan Raden Putra sebagai raja bersama Puteri Junjung Buih dimeriahkan secara besar-besaran. Raden Putera kemudian bergelar Pangeran Suryanata yang berarti Raja Matahari. Demikian sebagian isi dari Hikayat Banjar yang merupakan historiografi (penulisan sejarah) secara tradisional di daerah ini yang umumnya sudah kental dari cerita rakyat di Kalimantan Selatan secara mitologi. Nama Kerajaan Negara Dipa diperkirakan merupakan kesatuan antara kebudayaan Melayu dan Ngaju, yang berarti Negara diseberang sana atau dalam sebutan Jawa Klasik sebagai kerajaan Seberang.
                Kerajaan Negara Dipa sangat dikenal oleh etnis Dayak Maanyan yang merupakan suku yang mendominasi di daerah ini sebagai kerajaan mereka yang diduga bernama Nan-Sarunai, walaupun versi lain menyatakan Nan Sarunai terdahulu sebelum kerajaan Negara Dipa hadir.  Tidak banyak yang diketahui pada pemerintahan Pangeran Suryanata dan Puteri Junjung Buih di kerajaan Negara Dipa, hanya disebutkan bahwa wilayah yang tunduk saat itu adalah Sukadana, Danggau, Sambas, Batang Lawai dan Kotawaringin. Begitu pula Pasir, Kutai, Berau, Karesikan, bahkan raja Majapahit yang besar itu menghormati Pangeran Suryanata dengan Mangkubumi Lambung Mangkurat yang termasyhur kegagahan dan keperwiraaanya. 30
               Menyangkut sistem pemerintahan kerajaan Negara Dipa tidaklah banyak diketahui, hanya saja disebutkan tentang nama Mangkubumi Lambung Mangkurat yang merupakan tokoh yang berperan penting dalam kerajaan Nagara Dipa sejak berdirinya kerajaan ini hingga masa lenyapnya. Dalam Hikayat Banjar disebutkan juga jabatan Panganan dan Pangiwa, Jabatan tersebut dijabat oleh tokoh Arya Megatsari dan Temunggung Tatah Jiwa, Jabatan dibawahnya adalah Jaksa yang dijabat oleh Patih Paras, Patih Pasi, Patih Luhur dan Patih Dulu. Selanjutnya jabatan Mantri Bumi yang dijabat oleh empat orang Mantri Bumi yaitu : Sang Panimba Sagara, Sang Panagruntun Manau, Sang Pambalah Batung  dan Sang Jampang Sasak, dimana mereka mempunyai wilayah kekuasaan untuk memerintah empat puluh orang Mantri Sikap. Saudara raja mendapat gelar Dipati mempunyai seribu orang pemimpin yang siap setia menunggu perintah Mangkubumi.
                Hikayat Banjar tidak  banyak memceritakan tentang lenyapnya kerajaan Negara Dipa, yang ada kemunculan baru kerajaan penggantinya adalah Negara Daha. Hikayat Banjar hanya memaparkan penyebab perpindahan Negara Dipa menjadi Negara Daha adalah karena masalah keluarga saja, diantaranya diceritakan singkat antara seorang anak yang  bernama  Raden  Sekar  Sungsang  yang  tidak  menyadari  mengawini    ibunya   yang  menjadi raja di Negara Dipa, yaitu

Masa Pra-Sejarah di Kalimantan Selatan dan Tanah Bumbu Part 11 | History Of Tanah Bumbu Kalimantan Selatan Indonesia


  kehidupan ekonomi sebagai pedagang. Dalam Tutur Candi dikatakan, bahwa Empu Jatmika sebagai pendiri kerajaan Negara Dipa adalah anak seorang saudagar Keling yang bernama Jantam.23
               Kerajaan Negara Dipa memiliki daerah-daerah bawahan yang disebut Sakai, yang masing-masing dipimpin oleh seorang Mantri Sakai. Sebuah pemerintahan Sakai kira-kira sama  dengan  pemerintahan lalawangan (distrik) pada masa Kesultanan Banjar. Salah satu negeri bawahan Kuripan adalah Negara Dipa. Menurut Hikayat Banjar, Negara Dipa merupakan sebuah negeri yang didirikan Ampu Jatmika yang berasal dari Keling (Coromandel).24 Menurut Veerbek (1889:10) Keling, propinsi Majapahit di barat daya Kediri. Menurut Paul Michel Munos dalam Kerajaan-kerajaan Awal Kepulauan Indonesia dan Senanjung Malaysia, hal 401 dan 435, Empu Jamatka (maksudnya Ampu Jatmika) mendirikan Negara Dipa diperkirakan sekitar tahun 1387.
             Ampu Jatmika berasal dari Keling, dengan rombongannya membawa  kapal  si  Prabayaksa  telah  tiba di Pulau Hujung Tanah. Di Pulau inilah ia membuat negeri dengan  candi  yang  disebut  dengan Negara  Dipa. Persoalan interpretasi Keling seperti dikemukakan ada yang menyatakan negeri India, tetapi istilah Keling menurut Hipotesa Van Der Thuuk sebagaimana dikutip M. Idwar Saleh (1981) adalah berhubungan dengan Jawa, bukan Kalingga di India.
                Di Jawa Timur terdapat sebuah distrik dengan nama Keling serta dalam cerita-cerita Jawa sebagai nama alternatif dari Kuripan atau Jenggala.25  Diduga Ampu Jatmika menjabat sebagai Sakai di Negara Dipa (situs Candi Laras atau Margasari). Ampu Jatmika bukanlah keturunan bangsawan dan   juga   bukan   keturunan  raja - raja Kuripan,Kuripan sebagai penguasa Kerajaan Kuripan yang wilayahnya lebih luas tersebut, tetapi walau demikian Ampu Jatmika tidak menyebut dirinya sebagai raja, tetapi hanya sebagai Penjabat Raja (pemangku).     

                        Penggantinya Lambung Mangkurat (Lembu Mangkurat) setelah bertapa di sungai berhasil memperoleh Putri Junjung Buih yang kemudian dijadikan Raja Putri di Negara Dipa. Raja Putri ini sengaja dipersiapkan sebagai jodoh bagi seorang Pangeran yang  sengaja  dijemput  dari  Majapahit yaitu  Raden Putera yang kelak bergelar Pangeran Suryanata. Keturunan Lambung Mangkurat dan keturunan mereka berdua inilah yang kelak sebagai raja-raja di Negara Dipa. Menurut Tutur Candi, Kerajaan Kahuripan adalah kerajaan yang lebih dulu berdiri sebelum Kerajaan Negara Dipa. Karena raja Kerajaan Kahuripan menyayangi  Empu  Jatmika  sebagai anaknya  sendiri maka setelah dia tua dan mangkat kemudian seluruh wilayah kerajaannya (Kahuripan) dinamakan sebagai Kerajaan Negara Dipa, yaitu nama daerah yang didiami oleh Empu Jatmika.26
                       Kerajaan Negara Dipa semula beribukota di Candi Laras (Distrik Margasari) dekat  hilir  Sungai  Bahan  tepatnya  pada  suatu  anak  sungai  Bahan, kemudian ibukotanya pindah ke hulu Sungai Bahan yaitu sekitar Candi Agung (Amuntai), Empu Jatmika menggantikan kedudukan Raja Kuripan (negeri yang lebih tua) yang mangkat tanpa memiliki keturunan, sehingga nama Kerajaan Kuripan berubah menjadi Kerajaan Negara Dipa. Ibukota waktu itu berada di Candi Agung (Amuntai) Kabupaten Hulu Sungai Utara. Kerajaan Negara Dipa ini dikenal sebagai penghasil intan pada zamannya.
                        Mengenai perekonomian Negara Dipa Tundjung (1991) memaparkan, bahwa sumber utama kehidupan ekonomi adalah pertanian, sedangkan pusat kerajaan terletak ditepian sungai besar, sehingga pemerintahannya berpengaruh kedaerah pedalaman seperti daerah Tabalong,
 Balangan, Petak,  Hamandit, Labuhan Amas dan  daerah  lain disekitarnya. Penanaman lada dibatasi untuk keperluan sendiri. Selain itu Negara Dipa juga penghasil hasil bumi seperti emas, intan, batu-batuan perhiasan, lilin, rotan dan lainnya.27     
                     Memang disadari bahwa merokstruksi tentang sejarah  Negara Dipa amatlah sulit, mengingat  sumber - sumber  yang  mendukungnya  relatif  sedikit, sumber  yang  ada oleh sumber Barat dianggap sebagai catatan non-historis atau dianggap bersifat dongeng atau legenda (mitologi), hal ini diakui Goh Yoon Fong (2013) mengenai asal-usul Banjarmasin (Kerajaan Banjar) sebagai etnisitas politik masih kabur karena kelangkaan dan keterangan yang tidak memuaskan mengenai sumber-sumber tentang orang Banjar yang sebagian besar dikumpulkan dari mitologi lokal. 28
A Gazali Usman (1989) mengemukakan suatu pendapat tentang kemungkinan interpretasi historis mengenai terbentuknya Kerajaan Negara Dipa :
      “ Dalam abad ke-13 terjadi peperangan Ganter antara Ken Arok dengan Raja Kertanegara (tahun 1222) Ken Arok tokoh dalam kalangan bawah yang berhasil membunuh Tunggul Ametung dan memperisiteri Ken Dedes, selanjutnya ambisinya diteruskan, sehingga mengalahkan Kertajaya. Dalam peperangan itu Kertajaya mati, pengikutnya inilah yang melarikan diri ke Kalimantan, dan inilah emigran para bangsawan Jawa yang kemudian mendirikan kerajaan Negara Dipa  di  Amuntai  sekarang  dengan  mendirikan sebuah candi

Remedial Matematika Wajib Kelas x dan Matematika Peminatan Kelas XI

Untuk Kelas X (Berkelompok Max 4 Orang) *Buat Video Durasi Minimal 5 Menit berisi Nyanyian/Yel-yel Tentang Rumus Trigonometri: #A...