Kemungkinan
nama Dayak ini pertamakali diberikan oleh August Hardeland. Dayak atau Daya
(ejaan lama : Dajak atau Dyak) adalah kumpulan berbagai sub
- etnis Austronesia yang dianggap sebagai penduduk
asli yang mendiami Pulau Kalimantan (Brunei, Malaysia yang terdiri
dari Sabah dan Sarawak, serta Indonesia yang terdiri dari Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan). Budaya masyarakat Dayak adalah budaya maritim atau
bahari. Hampir semua nama sebutan orang Dayak mempunyai arti sebagai sesuatu
yang berhubungan dengan "perhuluan" atau sungai, terutama pada
nama-nama rumpun dan nama kekeluargaannya.
Suku bangsa
Dayak terdiri atas enam rumpun yakni rumpun Klemantan alias Kalimantan, rumpun Iban, rumpun
Apokayan yaitu Dayak Kayan, Kenyah
dan Bahau, rumpun Murut, rumpun Ot Danum-Ngaju dan rumpun Punan.
Masyarakat Dayak Barito beragama Islam
yang dikenali sebagai suku Bakumpai di sungai Barito tempo dulu. Secara Etimologi, Istilah "Dayak" paling umum digunakan untuk
menyebut orang-orang asli non-Muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu. Ini
terutama berlaku
di Malaysia, karena di
Indonesia ada suku-suku Dayak yang
Muslim namun tetap termasuk kategori Dayak walaupun beberapa diantaranya
disebut dengan Suku Banjar dan Suku Kutai. Terdapat beragam penjelasan tentang
etimologi istilah ini.
Ada juga
yang mengemukakan, bahwa kata Dayak berasal dari kata daya dari
bahasa Kenyah, yang berarti hulu (sungai) atau pedalaman. Ada yang menduga-duga bahwa Dayak mungkin juga berasal dari kata aja,
sebuah kata dari bahasa Melayu yang berarti asli atau pribumi. Sebagian pendapat lain juga ada yang yakin bahwa
kata itu “mungkin” berasal dari sebuah istilah dari bahasa Jawa Tengah yang berarti perilaku yang tak sesuai atau yang tak pada
tempatnya. Istilah untuk suku penduduk asli
dekat Sambas dan Pontianak adalah Daya,
di Banjarmasin disebut Biaju (bi= dari; aju= hulu). Kalau dilihat hampir tidak ada orang Ngaju atau Biaju yang
tinggal dekat dengan Banjarmasin, kecuali sub etnik bagian Ngaju terkecil, misalnya orang Berangas
di sekitar pulau Alalak atau orang Bakumpai
di alur sungai Barito di Muara Bahan (Marabahan - Barito Kuala) saja.
Boleh saja ada asumsi yang mengemukakan
bahwa di Banjarmasin, istilah Dayak mulai
digunakan dalam perjanjian Sultan Banjar dengan Hindia Belanda tahun 1826,
untuk menggantikan istilah Biaju Besar
(daerah sungai Kahayan) dan Biaju Kecil (daerah sungai Kapuas Murung) yang masing-masing diganti menjadi Dayak Besar dan Dayak Kecil. 14 Sejak itu istilah Dayak juga ditujukan untuk rumpun
Ngaju-Ot Danum atau rumpun Barito. Selanjutnya istilah “Dayak” dipakai meluas
yang secara kolektif merujuk kepada suku-suku penduduk asli setempat yang
berbeda-beda bahasanya, khususnya non-Muslim atau non-Melayu. Pada akhir abad ke-19 istilah Dayak
dipakai dalam konteks kependudukan penguasa kolonial yang mengambil alih
kedaulatan suku-suku yang tinggal di daerah-daerah pedalaman Kalimantan.
Didaerah Kalimantan
Selatan Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan.
Dalam tradisi lisan (Wadian ) orang Dayak maanyan di
daerah Warukin Kabupaten Tabalong itu sering disebut Nansarunai Usak Jawa, yakni kerajaan Nansarunai dari Dayak Maanyan yang
dihancurkan oleh Kerajaan Marajampahit (kemungkinan Kerajaan Majapahit), yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389. Kejadian
tersebut mengakibatkan suku Dayak Maanyan terdesak dan terpencar, sebagian
masuk daerah
pedalaman ke wilayah suku
Dayak Lawangan. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang
berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar
tahun 1520-an) berakibat Orang Maanyan menyebar
keberbagai penjuru Kalimantan Selatan dan Tengah. 15
Sebagian besar suku Dayak di wilayah Selatan dan Timur Kalimantan yang memeluk agama Islam tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi
menyebut dirinya sebagai atau orang Banjar dan Suku Kutai. Sedangkan
orang Dayak yang
menolak agama Islam kembali menyusuri
sungai, masuk ke pedalaman, bermukim di
daerah Tabalong, Amuntai, Margasari, Batang Amandit, Labuan Amas dan Balangan. Sebagian lagi terus terdesak masuk rimba sebagai masyarakat pedalaman.
No comments:
Post a Comment